Keinginan
pemeluk Hindu di Lumajang dan sekitarnya untuk membuat pura telah muncul sejak
tahun 1969. Keinginan ini disambut sejumlah tokoh Hindu di Bali, terutama sejak
diadakan nuur tirta dari Bali
langsung ke Patirtan Watu Kelosot, di kaki Gunung Semeru berkaitan dengan Karya
Ekadasa Rudra di Pura Besakih, Maret 1963. Nuur tirta ke Watu Kelosot kembali
dilakukan tahun 1979 berkaitan dengan digelarnya lagi upacara Ekadasa Rudra.
Sejak itu dimulailah tradisi nuur tirta ke Watu Klosot di Semeru. Sebelumnya
para sulinggih cukup memuja dari Bali ke Gunung Semeru, memohon kehadapan Hyang
Siwa Pasupati yang berstana di puncak Gunung Semeru.
Seiring
dengan kemajuan transportasi, maka nuur tirta ke Gunung Semeru dilakukan
langsung. Karena jarak tempuh Bali-Watu Kelosot sekitar 11, maka petugas nunas tirta
harus menginap. Lalu muncul rasa kurang sreg jika menginapkan tirtha di hotel.
Dari sini kian kuat keinginan untuk mendirikan pura di sekitar Gunung Semeru,
yang merupakan kawasan suci sejak jaman Jawa Kuno, sebagaimana diungkap dalam
kitab Nagarakertagama.
Singkat
cerita, dengan segala tantangan akhirnya pura dibangun di lokasi sekarang yang luas
awal 25 x 60 meter. Namun belakangan luasnya terus bertambah. Awalnya pelinggih
padmasana dibangun menghadap ke timur, tetapi tidak bisa dituntaskan. Dipindah
agak ke utara (masih menghadap ke timur), juga tidak bisa diselesaikan. Lalu ada
pawisik agar dihadapkan ke selatan.
Sejak itu pembangunan lancar. Pembangunan semakin giat setelah rombongan dari
Bali antara lain Jero Gede Alitan Batur, Tjokorda Gede Agung Suyasa, Mangku
Sueca dari Besakih (tahun 1989), saat nuur tirta bertemu umat Hindu asli
Semeru. Lalu terbentuk panitia gabungan Sendoro - Bali.
Singkat
cerita, pada hari minggu umanis wuku menail 8 Maret 1992, digelar upacara
Pamlaspas Alit dan Mapulang Dasar Sarwa Sekar, untuk pertamakali yang dipuput
oleh delapan sulinggih. Selanjutnya Juni - Juli 1992 dilaksanakan upacara
Pamungkah Agung, Ngenteg Linggih, dan Pujawali.
Melalui
SK. No. 07/Kep/V/PHDI/1992, maka ditetapkan nama pura adalah PURA MANDARA GIRI
SEMERU AGUNG, status Pura Kayangan Jagat, tempat memuja Hyang Widhi Wasa dalam
prabhawa sebagai Hyang Siwa Pasupati, penyungsungnya adalah seluruh umat Hindu
Indonesia. Terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Provinsi Jawa
Timur.(Ki Buyut Dalu 2016)
No comments:
Post a Comment