Sejak pemlaspas pertama yakni tahun 2007,
odalan di Pura Candi Purwo diadakan setiap Purnama Ketiga, sesuai dengan pesan
Prabu Brawijaya lima ratus tahun yang lalu ”Sekarang kita
berpisah, nanti setelah 500 tahun yang akan datang, tiap Purnama ketiga kita
kumpul di sini dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Aku
akan datang menunggu Sabdapalon dan anak didiknya. Tempat ini aku akan
‘tengger’ dengan tongkat dari Betara Guru yang nantinya akan tumbuh menjadi
pohon Kelampis Ireng, lambang kembalinya aku ke tanah Jawa bersama pasukan
Negeri Majalengka Nusantara”.
Setiap odalan di
Candi Purwo, umat dari luar Pondok Asem dan dari Bali makin bertambah seiring
dengan mulai dikenalnya Candi Purwo. Untuk tahun 2011, odalan dilaksanakan
secara istimewa karena bertepatan dengan pemlaspas patung Sabdapalon dan patung
Hanoman Murti. Patung Sabdapalon tepat selesai pada tanggal 11 September 2011,
sesuai dengan petunjuk bahwa tahun 2011 ini agar Patung Sabdapalon sudah ada.
Diamanatkan bahwa tahun 2011 ini tonggak kembalinya Sabdapalon ke tanah Jawa.
Sehingga upacaranya diberi nama “Mewali Sanghyang Sabdapalon ke tanah Jawa dan
berstana di Candi Purwo”, sesuai amanat Prabu Brawijaya lima ratus tahun yang
lalu bahwa beliau akan kembali bertemu di tempat ini.
Upacara Mewali Sabdapalon pada Purnama
Ketiga tanggal 12 Sepetember 2011 di Candi Purwo dihadiri oleh sekitar 600
orang pemedek dari Bali dari berbagai komponen masyarakat. Rombongan berangkat
dari Denpasar menggunakan dua belas bus dan mobil-mobil pribadi. Ditambah lagi
dengan ratusan umat Hindu di Dusun Pondok Asem dan sekitarnya yang menyebabkan
suasana di Gumuk Gadung Candi Purwo menjadi ramai.
Upacara dipuput oleh Ida Pedanda Gelgel
dari Grya Blayu dan Ida Pedanda Grya Jaksa Manuaba Tabanan, dihadiri Ida
Cokorda Denpasar beserta keluarga dan rombongan yang sejak awal telah
memberikan dukungan dan perhatian khusus pada perwujudan Candi Purwo. Selain
pemlaspas patung Sabdapalon Nayagenggong dan Hanoman Murti, acara ini menjadi
semakin sakral dengan peed memundut
pusaka-pusaka kebesaran Majapahit yang telah ditemukan selama pembangunan Candi
Purwo. Pusaka yang disakralkan tersebut yakni Keris Maharaja, Tombak Tri Sula,
Keris Siwa-Budha, dan Wayang emas Sabdapalon Nayagenggong. Kehadiran
benda-benda pusaka peninggalan Majapahit sebagai simbol kembali berkumpul dan
berstana para leluhur di Candi Purwo.
Dalam acara Mewali Sabdapalon ini, semua
yang hadir sangat terharu akan kesucian tempat ini, dan terwujudnya Candi Purwo
yang merupakan amanat leluhur sejak lima ratus tahun yang lalu. Tokoh
masyarakat sekaligus tetua Dusun Pondok Asem yakni Mbah Sugondo meneteskan air
mata terharu menyaksikan saudara-saudara dari Bali menyemut datang ke Gumuk
Gadung untuk menstanakan kembali para leluhur Majapahit. Mbah Sugondo
mengatakan bahwa masyarakat sekitar Alas Purwo sejak jaman dahulu sudah
menunggu kapan Candi Purwo akan dibangun dan kapan patung Sabdapalon akan
berdiri di Candi Purwo. Akhirnya baru kali ini Candi Purwo dapat dibangun dan
patung Sabdapalon bisa berdiri. Ini merupakan kebangkitan spiritiual,
kebangkitan nusantara. Inilah yang ditunggu-tungu masyarakat Jawa sejak lima
ratus tahun yang lalu. Harapannya adalah setelah ini para leluhur semuanya
menjadi tenang dan damai, kemudian berkenan menuntun para turunannya untuk
menuju pada kebaikan dan kesejahteraan.
Pada kesempatan itu Raja Denpasar
memberikan wejangan bahwa tempat ini mesti dibangun sesuai dengan amanat Sabdapalon
dan Prabu Brawijaya. Raja menilai bahwa tempat ini adalah tempat yang masih
sangat eksotik atau perawan, jauh dari jamahan tangan-angan kotor, sehingga
aura kesuciannya masih sangat terasa. Tempat ini dijaga kemurniannya secara
sekala dan niskala sejak lima ratus tahun yang lalu. Raja Denpasar yang juga
sebagai ketua Dewan Raja-Raja se-Nusantara menyatakan bahwa Candi Purwo
dijadikan “Kawitan” dari para keturunan Majapahit yang ada di seluruh
Nusantara. Karena seperti diamanatkan oleh Sabdapalon dan Prabu Brawijaya untuk
membangun tetengger di tempat ini
sebagai stana seluruh Leluhur Majapahit.
Dalam kesempatan itu hadir pula komponen
dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi yakni Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Banyuwangi. Beliau terperangah ketika menyaksikan kemegahan Candi
Purwo, serta menyambut baik keberadaan candi dalam rangka membangun kebhinekaan
di Banyuwangi dan di Nusantara. Beliau berjanji akan memberikan fasilitas
pendukung untuk nantinya Candi Purwo bisa menjadi salah satu objek wisata
spiritual unggulan di Banyuwangi. Sambutan ini mendapat aplaus dari semua yang
hadir.
Upacara Mewali Sabdapalon ke tanah Jawa di
Candi Purwo ini berlangsung sejak sore hari sampai larut malam. Setelah
pemlaspas patung Sabdapalon dan Hanoman Murti serta ngaturang piodalan oleh dua
Pedanda, dilanjutkan dengan acara peresmian patung Sabdapalon Nayagenggong dan
Patung Hanoman Murti yang dilakukan oleh Ida Cokorda Denpasar dan Kepala Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Banyuwangi, didampingi tokoh masyarakat dan sesepuh
Desa Kedung Asri. Dilanjutkan persembahyangan bersama serta maecan-ecan dilakukan oleh Jero Mangku
dari Bali dan Jero Mangku yang ada di Dusun Pondok Asem.
Ditampilkan pula tari baris gede yang
dibawakan oleh keluarga besar Sentana Dalem Tarukan. Ditampilkan pula tari
topeng keras, topeng tua, topeng Dalem Sidakarya, dan prembon berkolaborasi
dengan sinden dari Pondok Asem. Penabuh yang mengiringi adalah gabungan dari
penabuh yang ada di Dusun Pondok Asem dan pemedek dari Bali, sehingga nuansa Bineka
Tunggal Ika sangat kental di Candi Purwo malam itu. Belum lagi alunan kidung
wargasari ala Jawa berpadu dengan kidung wargasari ala Bali semakin menambah
semarak acara di Candi Purwo.
Pada acara maecan-ecan dan memendak,
para pemangku sebagian besar kerauhan, sebagai pertanda kehadiran para
Sesuhunan, Betara Betari, Dewa-dewi, Para Leluhur, para Prajurit, dan
Pengawal-pengawal niskala untuk ngayah di Candi Purwo. Kehadiran beliau-beliau
ini sekaligus menyaksikan upacara Mewali Danghyang tanah Jawa yakni Sabdapalon
Nayagengong dan para Leluhur Majapahit ke tanah Jawa untuk berstana di Candi
Purwo. Ida Betara Dalem Majapahit yakni beliau Raden Wijaya (pendiri kerajaan
Majapahit) dan Sang Prabu Brawijaya (raja terakhir Majapahit) berkenan tedun / hadir dalam upacara tersebut
melalui kerauhan Jero Mangku A A Ngurah Mayun dari Puri Denpasar. Beliau Raden
Wijaya dan Prabu Brawijaya bersabda bahwa seluruh Leluhur Majapahit telah hadir
dan berstana di Candi Purwo. Oleh Karena itu Candi Purwo mesti dijadikan “Kawitan”
seluruh turunan Majapahit yang ada di seluruh Nusantara. Beliau juga bersabda
agar para sentana Majapahit untuk senantiasa meningkatkan keyakinan kehadapan
Ida Sesuhunan dan meningkatkan hening pikiran karena beliau para leluhur telah
berstana di Candi Purwo.
Acara berakhir tengah malam, namun para
pemedek yang memenuhi areal Gumuk Gadung Candi Purwo makemit sampai pagi
disertai kidung-kidung wargasari. Setelah upacara berakhir, pusaka-pusaka
kebesaran Majapahit kembali di-pundut
untuk dibawa ke Denpasar dan disimpan di Puri Denpasar. Saat subuh, para
pemedek pun mepamit dari Candi Purwo.
Keangkeran Alas Purwo memang sudah dikenal
sejak turun temurun, disamping keasrian, kemurnian dan kesuciannya. Kuatnya
aura magis spiritual di Candi Purwo Gumuk Gadung memang tak bisa disangkal. Ada
suatu kejadian mistis terjadi ketika malam odalan di Candi Purwo saat
menstanakan Sabdapalon dan Nayagenggong. Malam itu upacara berlangsung ramai
dalam kekusukan. Setelah acara usai, keesokan harinya beberapa masyarakat dari
Desa Kedung Sumur (jaraknya beberapa kilometer dari Pondok Asem) dan masyarakat
Kedung Asri banyak datang ke Candi Purwo. Masyarakat tersebut mengabarkan bahwa
tadi malam tampak sinar berwarna biru kehijauan sangat besar jatuh di sekitar
hutan bakau. Masyarakat tersebut tak menyangka kalau di Candi Purwo malam itu
diadakan upacara besar.
Masyarakat yang melihat sinar gaib
tersebut menceritakan kepada Wayan Sucita yang telah merintis pembangunan Candi
Purwo bersama dengan masyarakat Pondok Asem. Bisa jadi sinar tersebut adalah
penampakan dari kekuatan Leluhur, Betara Betari, Dewa Dewi, yang berkenan hadir
menyaksikan acara itu, sekaligus berkenan bertana di Candi Purwo.
Kalau dikaitkan dengan situasi upacara di
candi saat malam itu, bisa jadi bahwa kehadiran dari sinar biru kehijauan yang
jatuh di candi menyebabkan para sadeg,
pemangku kerauhan, sebagai pertanda beliau telah hadir. Termasuk kehadiran dari
beliau Raden Wijaya dan Prabu Brawijaya melalui kerauhan Pemangku Puri. Hal ini
memang sangat menakjubkan dan semakin meyakinkan pemedek bahwa Candi Purwo
memang amanat leluhur dan para Dewata, Candi Purwo memang titah sejarah.
Foto-foto liputan dalam acara tersebut
menunjukkan sesuatu yang mencengangkan. Ketika upacara maecan-ecan dan memendak Ida Betara yang diawali dengan pementasan
tari Baris Gede, dalam foto muncul ribuan orb
(penampakan lingkaran). Orb ini oleh
kaum waskita dikatakan sebagai energi
alam semesta, kekuatan suci para leluhur, energi atau kekuatan Betara Betari
dan Dewa-dewa. Kemunculan orb
tersebut diyakini sebagai kehadiran para roh leluhur yang telah suci dan
kehadiran para prajurit yang begitu banyak untuk berstana dan mengawal
nusantara ini dari alam niskala. (seperti yang dinyatakan lima ratus tahun yang
lalu bahwa “….. lambang kembalinya aku ke
tanah Jawa bersama pasukan Negeri Majalengka Nusantara”. Termasuk juga
dalam acara merauhan, orb banyak
bermunculan dalam foto. Sepertinya Ida Betara beserta seluruh leluhur Jawa
berkenan hadir bersukaria karena telah terwujud stana beliau-beliau, setelah
sekian lama berada di awang-awang. Sekarang sudah distanakan di sebuah tempat
suci yang bernama Candi Purwo.
Wayan Sucita besama pemedek semakin yakin
bahwa tedun-nya sinar gaib berwarna
biru keemasan yang dilihat oleh masyarakat dari kejauhan, secara tak sengaja
terekam oleh kamera foto pemedek yang mengabadikan acara maecan-ecan dan memendak
di Candi Purwo. Sinar blits kameranya seperti dipantulkan oleh sebuah sinar
besar di depannya. Ketika diperiksa hasil jepretannya, ternyata terdapat
kelebatan sinar kehijauan menyilaukan berbentuk memanjang seperti keris
menghadap ke bawah. Menurut Mangku Made Sudana dan Nyoman Badra, seorang
waskita yang hadir pada saat itu menyatakan ia mendapat petunjuk bahwa sinar
biru keemasan seperti keris yang terekam kamera foto itu adalah pertanda
kehadiran beliau Ida Betara di Gunung Tugu.
Kemunculan ribuan orb tersebut menurut Ida Bagus Suteja, seorang spiritualis Kejawen
mengatakan “memang sudah waktunya Beliau (para Leluhur) hadir di hadapan anak
cucu beliau di nusantara yang selalu eling dan waspada serta selalu sujud
bhakti kepada leluhur. Oleh karenanya beliau tampil dan muncul dalam bentuk
sinar suci, aura gaib berupa sinar bulat cakra, kuning keemasan. Mari kita
sambut kehadiran beliau”. Demikian Ida Bagus Suteja. (Ki Buyut Dalu /
kanduksupatra.blogspot.com).
#OriginalArtikelByKanduk
#OriginalArtikelByKanduk
No comments:
Post a Comment