Thursday, September 3, 2015

Caleg Ngejot Be Celeng





Ada suatu yang sangat istimewa di hari raya Galungan yang telah lewat kemarin. Galungan menjadi semakin semarak dengan  bertebarannya “penjor-penjor belog ajum”, “penjor jor – joran” serta “penjor sing nepuk unduk”. Namun itulah kemeriahan, semangat, bhakti, bercampur dengan cita rasa dan karsa masyarakat Bali Hindu dalam memaknai hari raya kemenangan dharma melawan adharma. Kemenangan Pasukan Batara Indra menumpas keangkuhan dan Prabu Sakti Mayadanawa dalam mitologi masyarakat Bali. Atau perayaan keberhasilan dari para Dewa melalui “Sakti” Dewi Durga menumpas kelalilaman dari Raksasa Mahesasuramardani. Sehingga momen Buda Kliwon Dungulan berpredikat sebagai “Hari Suci” serta berpredikat sebagai “Hari Raya”. Sebagai sebuah hari suci, mesti melakukan tapa brata yoga samadi dalam rangka meningkatkan srada dan bhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Dan sebagai hari raya, maka hari Galungan diperingati dengan suka cita, dengan kemeriahan, sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuan. Dan hal ini sudah belangsung berabad-abad di Bali sampai jaman kini.
Menjelang tahun politik sepeerti pemilu, Hari Raya Galungan juga dimeriahkan dengan berbagai pesan-pesan simpatik, ucapan-ucapan simpatik, serta permohonan-permohonan yang memelas dari sejumlah tokoh politik atau para caleg dalam meraih simpati masyarakat dalam pemilu nanti. Banyak spanduk ucapan yang memeriahkan hari raya galungan, sehingga menjadikan kota ini seperti “jemuran baju”. Spanduk bertebaran tak karuan.
Menjelang tahun pemilu nanti, sesuatu yang aneh juga dirasakan oleh beberapa kalangan masyarakat. Masyarakat yang pada awalnya nampah celeng secara berkelompok di hari penampahan Galungan, tiba-tiba saja ada yang mengirimkan be celeng (daging babi) sebagai ucapan selamat hari raya. Tumben-tumben, setelah dicek ternyata pemberinya adalah dari salah satu caleg (calon legislatif). Belum sempat diolah be celeng tersebut, datang lagi be celeng dalam kresek, dikrimkan oleh seseorang yang diperintah oleh seorang caleg dari partai tertentu. Hal ini terjadi hampir merata di beberapa tempat seluruh kota ini.
Artinya ini adalah sebuah kejelian dari para politisi untuk mengemas momen-momen budaya, momen agama, momen masyarakat untuk bisa masuk dalam meraup simpati masyarakat lewat bagi-bagi be celeng. Yah …. paling tidak anggaran untuk beli daging babi sudah ada yang nutupi, tinggal beli base dan nangka, untuk lawar.
Kalau ada satu caleg memberi be celeng, maka tak akan masalah.  Namun beda dengan yang dialami oleh I Made Doglot. Karena pergaulannya luas, atau mungkin dianggap memiliki pengaruh di lingkungannya, maka banyak caleg yang mengirimkan be celeng ke rumahnya. I Made Doglot yang tadinya senang, justru jadi bingung. Siapa yang dipilih nanti, sebab hanya boleh milih satu, sedangkan yang beri be celeng banyak.  I Doglot menjadi lemas dan kepikiran, sebab tak enak rasanya makan  be celeng, tapi tak milih. I Doglot menjadi lemes, bukan karena kebanyakan makan be celeng, tapi bingung siapa yang dipilih.
Atas kebingungan tersebut, istri I Doglot memberikan solusi, bahwa siapa yang memberi be celeng paling banyak, maka itu yang dipilih. Maka dengan “bego-begoan” alias “belog-belogan”, maka ia mengambil keputusan menerima saran istrinya. Maka dibukanya kembali semua be celeng yang didapat lalu ditimbang, maka yang paling berat timbangannya, itulah yang dipilih.
Namun dengan cara itu, I Doglot masih juga kurang enak, sebab ada calon yang memang bagus tetapi ia tak mempunyai uang banyak,  sehingga timbangan be celengnya tak terlalu berat. Maka hal ini dirasanya tak adil oleh I Doglot. Atas kebingungan tersebut maka datanglah saudara misan I Doglot yang bernama I Nyoman Bacot. Ia menyarankan untuk tak ambil pusing dengan siapa yang dipilih, sebab semuanya adalah kampanye, semuanya pamrih, dan semuanya mendadak ingat dengan teman, ingat sudara, dekat dengan rakyat, serta ingat dengan megalung. Coba nanti kalau sudah duduk, mungkin semuanya akan memalingkan muka. Maka dari itu pilih satu yang sesuai dengan hati nurani, tak perlu dipengaruhi oleh kiriman gini gitu.
Tapi saran itu tak juga membuat hati I Doglot menjadi tenang. Ia malah menjadi bingung, sebab kalau menuruti hati nurani, maka sejatinya semua calon yang mengirimkan be celeng itu tak cocok di hatinya. Tapi karena sudah kadung diberi, maka tak enak rasanya kalau tak memilih.
Akhirnya, I Doglot yang awalnya sangat senang menikmati enaknya makan daging babi,  malah kini menjadi tak enak hati….
Tak enaknya karena be celeng yang dimakan itu semuanya membawa pesan bosnya masing-masing. Pesan itulah yang membuat be celeng yang tadinya sangat lezat menjadi kurang enak.  Ha ha ….. (kanduk)

No comments:

Post a Comment