Friday, September 18, 2015

Liak Sandal Vs Kapsul Tetra




Sore menjelang Hari Suci Nyepi, I Made Sugrama disibukkan dengan mengurus istrinya yang terjungkal jatuh di jalan setapak ketika menjemput kakaknya yang bekerja di sawah. Ketika itu Ni Luh Kembang Bungah mengendarai sepeda motor Mio warna kuning kesayangannya. Entah apa yang terlindas oleh sepeda motornya, tiba-tba ia sudah terjatuh, tertindih sepeda motor. Cek kali cek ternyata kakinya sedikit keseleo, bengkak sehingga harus diurut. Hari itu juga I Mde Sugrama segera mengajak istrinya ke tempat Pekak Tukang Wuut (kakek tukang urut) yang ada di banjar sebelah. Ketika itu ia dihadapkan pada sebuah pilihan. Sebab balian tukang urut di banjar tersebut ada dua dan alamatnya berada dalam satu gang dan bahkan rumahnya bersebelahan.
Maka dipilihlah tukang wut yang rumahnya lebih di depan. Karena jero balian itu yang lebih dahulu bisa dijangkau. Canang sesari dua puluh ribu pun dihaturkan memohon agar diberikan jalan penyembuhan oleh sesuhunan sang balian. Lalu mulai prosesi balian wut melakukan terapi. Kaluarlah minyak-minyak bertuah dari kamar suci sang balian, diurutkan ke kaki Ni Luh Kembang Bungah.
Dalam prosesi itu, sang balian sepertinya sedang menerima suatu bisikan dari niskala, lalu terucap kalimat “badah… ne iluh ulung sing je ulian apa. Ne ada anak nyengkalen. Sandalne misi pepasangan. Kutang sandale to, pang sing ngrebeda buin”. Dalam terjemahan bebasnya maksudnya adalah bahwa yang menyebabkan Iluh mengalami kecelakaan seperti ini adalah karena perbuatan orang yang tidak suka kepadanya, dengan cara memberikan suatu di sandalnya, agar ni luh mengalami celaka. Disuruh oleh sang balian agar sandal tersebut dibuang.
I Made Sugrama dan Ni Luh Kembang terhenyak mendengar pernyataan sang balian. Dan karena ingin cepat sembuh, maka ia percaya dengan omongan sang balian, lalu membuang sandal tersebut di depan pintu gerbang sang balian. Namun ketika itu I Made Sugrama sambil berpikir, sayang dengan sandalnya itu harus dibuang, sebab sandal itu baru dibeli dan masih bagus. Tapi terdorong oleh omongan sang balian, maka sandal itu dibuangnya saja dengan berat hati. Merekapun pulang, dengan harapan sampai di rumah sudah baikan. Namun sampai di rumah I Made Sugrama berfikir, untung saja liak itu hinggap di sandal, bagaimana kalau liak itu hinggap di motor mio, berarti motor itu harus dibuang. Waduh … mahal dan sayang …
Setelah dua hari diurut, ternyata sakit kaki dari Niluh Kembang tak ada perubahan, bahkan makin bengkak. I Made Sugrama menjadi berpikir, rugi berobat ke sana tak ada perubahan. Kalau dihutung keruigiannya sesari canang Rp 20.000 ditambah harga sandal 150.000, maka total kerugian mencapai 170,000. Belum lagi dua hari tak kerja, tak ada pemasukan. Maka I Made Sugrama bergegas untuk nunas tamba alias berobat ke pekak tua yang juga balian urut yakni balian yang lagi satunya. Rumahnya agak di belakang dari rumah balian yang satunya. Maka Made Sugrama pun mengendap-endap dan menyelinap masuk ke rumah pekak balian yang satunya, karena tak enak kalau dilihat oleh balian yag satunya.
Setelah menceritakan semua kejadiannya, maka canang sari dihaturkan dengan sesari dua puluh ribu rupiah. Lalu dilakukan pengobatan dengan lengis sakti yang dimiliki oleh pekak tersebut yang konon berasal dari sebuah batu sakti yang ia dapatkan terdahulu ketika menyabit rumput di sawah. Konon minyak dari batu sakti itu telah menyembuhkan banyak orang sakit sejak dahulu.
Dengan kepercayaan penuh Ni Luh dan I Made Sugrama nunas tamba di sana. Ketika proses sedang berlangsung, lagi-lagi I Made Sugrama dikejutkan dengan pernyataan pekak balian yang menyatakan bahwa tulang Niluh Kembang sudah hancur di dalam. I Made Sugrama pun panik dalam hati, ia berpikir istrinya tak bisa berjalan lagi karena tulangnya sudah benyah alias remuk. Namun si pekak balian meyakinkan kembali I Made Sugrama bahwa ia akan berangsur sembuh karena kasiat dari minyak yang ia punya. Singkat cerita, mereka berdua pulang dengan kaki bengkak dan berjalan dipapah, dan berharap beberapa saat setelah pengobatan akan terjadi kesembuhan.
Pada malam itu, diceritakan Ni Luh Kembang merasakan sakit yang sangat, terasa kebet-kebet (berdenyut-denyut di bagian kakinya yang begkak). Ni Luh Kembang mengerang kesakitan dan tak bisa tidur, demikian juga dengan I Made Sugrama tak tidur semalaman menemani istrinya. Pada pagi hari kaki Ni Luh kembang semakin bengkak, dan malah memerah. Waguh… I Made Sugrama kembali menghubungi seorang penyembuh (balian) yang agak jauh dari rumahnya untuk mengecek keadaan kaki istrinya. Sang balian ketika sampai di rumah I Made Sugrama mencoba untuk menilai situasi rumah. Lalu mengecek keadaan dari Ni Luh Kembang.
Hasil anaslisa sang balian, kembali mengejutkan I Made Sugrama, konon istrinya sedang diserang liak barak. Inilah yang menyebabkan kakinya menjadi bengkak dan memerah. Waduh kembali keringat dingin keluar dari pori-pori I Made Sugrama. Sang balian kemudian memberikan sedikit jampi-jampi agar liak barak itu keluar dari kaki Ni Luh kembang.
Proses itu pun selesai begitu saja, lalu sang balian disuguhkan minuman kopi ala kadarnya di rumah I Made Sugrama. Made pun lega hatinya, berharap bengkak kaki istrinya berangsur sembuh. Beberapa saat setelah sang balian menghilang dari rumahnya, tiba-tiba sakit itu semakin jadi, dan lagi-lagi I Made Sugrama tak tidur semalaman. Poyoklah kondisi I Made Sugrama dan istrinya.
Dalam keadaan kebingungan dan ngantuk pagi itu datanglah I Ketut Catu berkunjung ke rumah I Made Sugrama. Didapatinya I Made sedang murung, ngantuk dan bingung. Maka berceritalah I Made Sugrama mengenai keadaan istrinya. I Ketut Catu yang berpikir logis dan medis menyarankan agar I Made Sugrama segera mengajak istrinya ke puskemas atau rumah sakit terdekat.
Saran I Ketut Catu didengar oleh I Made Sugrama, lalu bergegas menuju puskemas berbekal kartu JKBM yang didapatnya dari kantor kelurahan. Kaki dari Ni Luh Kembang diperiksa oleh petugas kecamatan sambil mengorek keterangan mengenai kejadian, dan tak menceritakan bahwa kakinya itu sudah diobati oleh tiga orang balian. Tampak ketika itu sang perawat membersihkan kaki Ni Luh yang bengkak, serta didapatinya sebuah luka kecil yang kemasukan pasir kotor. Luka itu dibersihkan dengan seksama kemudian diberi obat.
Sang perawat menjelaskan bahwa kaki istrinya bengkak karena ada luka kecil berisi pasir kotor. Itulah yang menyebabkan infeksi lalu terjadi bengkak memerah. Sang perawat yang sudah terbiasa dengan pasien penyakit seperti ini kemudian memberikan obat pada luka. Dan memberikan obat minum berupa tablet yakni obat untuk mengurangi rasa sakit, obat anti radang agar tak bengkak, serta antibiotic berupa Kapsul Tetra.
Setelah selesai pengobatan, I Made dikenakan biaya cuman lima ribu rupiah, lalu poulang. Sesampai di rumah, Ni Luh terasa lebih lega, dan mereka berdua juga tertidur lelap karena sudah dua hari tak tidur. Setelah terbangun pada sore hari, rasa sakit kakinya mulai berkurang, warna merah sudah berkurang, dan bengkak mulai berkurang.
Saat itu I Made Sugrama berpikir sambil memegang obat dari puskesmas dan berkata dalam hati “ternyata liak sandal dan liak barak yang dibilang oleh balian hanyalah akal-akalan saja. Ternyata liak sandal dan liak barak bisa dikalahkan oleh kapsul tetra”.  Akhirnya yang menyembuhkan adalah “Balian Puskesmas”. Demikian pikiran jahilnya muncul sambil mensyukuri kedaan istrinya yang sudah semakin membaik. (Ki Buyut/Kand.)

No comments:

Post a Comment