Banyak sumber dari
kitab-kitab Hindu yang menceritakan mengenai terciptanya manusia dan terjadinya
alam semesta. Salah satu sumber sastra
tersebut adalah Lontar Tutur Rare Angon. Dalam Tutur Rare Angon dijelaskan
mengenai asal usul manusia dan perkembangan manusia dari sejak dalam kandungan
sampai dewasa. Manusia tercipta dari sumbernya yakni sumber purusha
(laki-laki) dan predana (perempuan). Pertemuan benih laki-laki dan
perempuan, berkembang menjadi sosok. Sejalan dengan perkembangan janin sejak
dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa, maka Sang Catur Sanak
yakni saudara empat si bayi juga mengalami perubahan nama.
Tutur Rare Angon menyebutkan
bahwa manusia terjadi karena adanya pertemuan antara Rare Angon dengan Rare
Cili yang merupakan hakekat dari Purusha dan Pradhana. Pada
awalnya I Rare Angon memadu asmara, maka keluarlah kama petak (sperma)
dan dari Rare Cili keluar kama bang (sel telur). Kemudian bertempat dan
berkembang di dalam rahim disebut dengan Sang Hyang Amretha Sabhuwana.
Dimana mukanya menengadah di waktu malam hari. Itulah sebabnya mengapa si bayi
berada di bawah ketika masih di dalam rahim
si ibu.
Berkatalah kemudian Sang
Hyang Rare Angon tentang pengetahuan I Rare Angon. Sanghyang Rare Angon berkata
bahwa : Satu bulan usianya di dalam rahim bernama Sanghyang Manik Kama Gumuh.
Usia dua bulan bernama Sanghyang Manik Kama Bhusana. Tiga bulan bernama Sanghyang
Manik Tigawarna. Usia empat bulan bernama Sanghyang Manik Srigading.
Usia lima bulan bernama Sanghyang Manik Kembang Warna. Usia enam bulan
bernama Sanghyang Manik Kuthalengis. Usia tujuh bulan bernama Sanghyang
Manik Wimbasamaya. Usia delapan bulan bernama Sanghyang Manik Waringin
Sungsang. Usia sembilan bulan bernama Sanghyang Tungtung Bhuana.
Demikian perihal si bayi ketika masih dalam kandungan menurut Tutur Rare Angon.
Perkembangan janin sampai
menjadi sosok manusia Dewasa, maka ada sebuah sumber sastra yakni Aji Tattwa
Ampel Wadhi, mengatakan sebagai berikut : Ketika si bayi baru lahir, bernama Sanghyang
Kawaspadhana. Ketika diletakkan di tanah bernama Sanghyang Prana
Bhuwanakosa. Ketika ari-arinya dipotong disebut dengan Sanghyang
Naganglak. Ketika pertamakali diberdirikan disebut dengan Sanghyang Sari
Ning. Ketika disusui oleh Ibunya untuk pertama kalinya disebut Sanghyang
Naghagombang. Ketika mulai belajar berjalan bernama Sanghyang Melengis.
Ketika diberikan suwuk atau jimat disebut Sanghyang Tutur Bhuwana.
Ketika diemban, Sanghyang Seroja namanya. Ketika ditempatkan ditempat
duduk atau mulai bisa duduk disebut Sanghyang Windhusaka. Ketika disusui
dinamakan Sanghyang Bhuta Pranasakti. Ketika disuapi Sanghyang
Anantabhoga namanya. Ketika mulai bisa mengambil atau memegang, maka Sanghyang
Kakarsana namanya. Ketika mulai melihat-lihat Sanghyang Menget
namanya. Ketika mulai meraba-raba rambut maka Sanghyang Nagasesa
namanya. Ketika mulai cemburu atau bisa membedakan orang tua dengan orang lain,
Sanghyang Banyumiri namanya. Ketika bisa duduk Sanghyang Gana
namanya. Ketika mulai berdiri, dan mulai memukul-mukul, maka Sanghyang Tala
namanya. Ketika mulai berjalan, maka Sanghyang Bhuta Gelis
namanya. Ketika mulai menyebut nama ayah dan ibu, maka Sanghyang Tutur
Menget namanya. Ketika mulai bisa bermain maka Sanghyang Ajalila
namanya. Ketika baru bisa memakai pakaian, maka Sanghyang Kumara
namanya. Ketika baru tahu kata dan berkata-kata, maka Sanghyang Jatiwarna
namanya. Ketika menginjak dewasa, Sanghyang Twas namanya. Ketika mulai
mempelajari sastra dan mengetahui sastra agama, maka Sanghyang Tattwajnana
namanya. Ketika mulai bisa melakukan semadi dan mengetahui weda Sanghyang
Mahawidya namanya. Demikian perihal manusia manusia menurut Aji Tattwa
Hampel Wadhi.
Dari uraian kedua sumber
tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan manusia dari sumbernya purusha dan
pradhana tersebut memiliki dua aspek dasar yakni sekala dan niskala. Secara
sekala adalah pekembangan badan dan kejiwaannya sehari-hari. Secara niskala
adalah perkembangan Sang Catur Sanak atau saudara empat atau disebut
dengan nyama lekad.
Empat saudara atau nyama lekad tersebut adalah
Anggapati, Prajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja. Kempatnya senantiasa
mengikuti perkembangan dan mengikuti kemana saja si manusia itu pergi. Atau
selalu menyertai apa saja yang dilakukan oleh manusia.
No comments:
Post a Comment