Pura Maspahit sampai sekarang memang
masih menjadi misteri. Siapa yang dipuja di Pura Maspahit. Namun karena namanya
Maspahit, kemudian banyak yang berpendapat bahwa pura Maspahit sama dengan Pura
Majapahit, yakni tempat pemujaan kehadapan Ratu Majapahit di Jawa. Bisa jadi hal
ini disebabkan karena kuatnya pengaruh Majapahit di tanah Bali. Tetapi kalau
dikatakan demikian, seperti masih perlu dikaji lagi sebab di beberapa tempat di
Denpasar misalnya, ada pura Majapahit berada dalam satu wilayah dengan Pura
Maspahit. Dari kenyataan ini kemudian mengundang pertanyaan, jangan - jangan
kedua pura ini adalah berbeda satu sama lain. Di satu pihak adalah Pura Majapahit
yang memang sebagai tempat pemujaan kepada Ratu Majapahit di Jawa, sedangkan
Pura Maspahit sendiri sebagai pemujaan tersndiri.
Dalam beberapa sumber sejarah disebutkan
bawha Pura Maspahit sudah ada sejak jaman peradaban Bali Kuno, jauh sebelum
berdirinya kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Seperti keberadaan pelinggih
Maspahit di Pura Kentel Gumi, dimana pura tersebut dibangun atas prakarsa dari
Mpu Kuturan. Demikian pula dengan pelinggih Maspahit yang ada di Pura Agung
Besakih. Seperti diketahui bahwa Mpu Kuturan menjadi purohito / bagawanta sekaligus sebagai senapati
kerajaan Bali Kuno jauh sebelum kerajaan Majapahit berdiri.
Di Pura Agung Besakih, pada bagian
strata III dari palemahan Besakih yakni di atas Pura Padma Tiga Penataran
Besakih, terdapat sebuah meru tumpang sebelas sebagai stnana dari Ratu Maspahit
atau sering disebut dengan Ratu Mas. Pelinggih ini memiliki arti dan kedudukan
yang sangat penting bagi masyarakat Besakih sejak jaman dahulu dan juga bagi
masyarakat di pegunungan yang disebut masyarakat pragunung. Pada jaman dahulu di meru tumpang sebelas ini masyarakat
Besakih menghaturkan sesaji khsusus yang terkait dengan upacara perkawinan.
Demikian juga masyarakat pragunung menghaturkan pengapih atau semacam peson –
peson (iuran wajib) berupa uang kepeng yang dihaturkan kehadapan Ratu
Maspait dan digunakan untuk membiayai odalan dan pemeliharaan bangunan meru. Odalan
di pelingggih meru sebagai stana Ratu Maspait ini diselenggarakan pada sugi
manik atau sugian jawa. Pada hari ini masyarakat Besakih menghaturkan sembah
bakti di meru ini.
Walaupun masyarakat Besakih tak lagi
menjalankan tradisi tua tadi di meru tumpang sebelas Linggih Ratu Maspait,
namun masyarakat Desa Selat yang masih memiliki ikatan sejarah dengan Besakih
masih memuja Ratu Maspait dalam sebuah ritual khusus yang diselenggarakan setelah
hari Puncak Betara Turun Kabeh, bersamaan dengan ritual Desa Selat lainnya di
Pura Kiduling Kreteg. Upacara pemujaan kehadapan Ratu Maspait disebut sebagai Nunas Merta Sanjiwani (memohon air suci
kehidupan abadi). Dimana dalam upacara tersebut masyarakat menghaturkan sesaji yang
terdiri dari nasi dilengkapi dengan sembilan jenis olahan daging babi.Sesaji
tersebut dihaturkan di bale pelik / tajuk. Dalam upacara tersebut pemangku
beserta dengan masyarakat memuja Ratu Maspait dan kemudian diperciki tirta / wangsuhpada (air suci) yang disebut
dengan merta sanjiwani. Setelah itu
masyarakat secara bersama - sama menikmati sesaji yang telah mendapatkan
percikan merta sanjiwani.
Dalam pustaka Raja Purana (RP I 8.7-9,
14.3-4) disebutkan bahwa Ratu Maspait didentikkan dengan Batara Wulan / Batara Candra / Dewi Bulan.
Namun tak ada penjelasan lebih lanjut mengeni hal tersebut.
Demikian juga dengan di desa tua Trunyan
dimana terdapat pelinggih yang disebut dengan Pancering Jagat. Terpisah dari
komplek pelinggih itu, juga terdapat komplek pelinggih Maspahit yang
diperuntukkan bagi stana Ida Ayu Maspait (Dewi), berupa sebuah bangunan yang
berbentuk bale agung yang disebut dengan bale Agung Maspait. Dan ada yang
menarik dan kemiripan dengan di Besakih yakni adanya upacara mepekandelan. Yakni upacara dalam
rangkaian pernikahan dimana pasangan suami istri akan sembahyang di pelinggih
Maspait, setelah itu barulah pasangan pengantin sah menjadi krama desa.
Pendapat berbeda juga diberikan oleh
Singin Wikarman dan Rijasa (tahun 1980) dalam edisi Pamancangah Maspahit, dimana di dalamnya dikatakan bahwa Ratu
Maspahit adalah sebutan bagi roh suci Mpu Kuturan. Mereka berpendapat bahwa
Ratu Maspahit dipuja di bangunan suci yang disebut dengan Menjangan Seluang.
Di Denpasar juga banyak terdapat Pura
Maspahit seperti di Banjar Grenceng yang kini masuk dalam cagar budaya.
Demikian juga dengan Pura Maspahit tonja yang masuk cagar budaya. Di Banjar
Jematang, di Yangbatu juga terdapat pura Maspait. Selain itu banyak pula pura Maspait
di masing masing desa di Denpasar atau di kabupaten lainnya di Bali. Ada yang
khusus dalam bentuk pura, atau hanya berupa sebuah pelinggih dalam satu kawasan
pura tertentu.
Melihat dari beberapa sumber sastra dan
sejarah, sangat besar kemungkinannya bahwa Pura Maspait atau Maspahit tidak
sama dengan Pura Majapahit, walaupun memiliki kemiripan nama. Mungkin karena
kemiripan nama serta kuatnya pengaruh Majapahit di Bali menyebabkan peran Ratu
Maspahit menjadi kabur dan dipahami sebagai Ratu Majapahit.
Dan menurut Raja Purana dan tradisi masyarakat
Bali pegunungan sekitar Besakih mengindikasikan bahwa Ratu Maspait yang distanakan
di meru tumpang sebelas adalah memiliki kedudukan yang sangat penting. Dimana
dalam tradisi pembuatan bangunan suci pada masa Bali kuno, bahwa bangunan meru
tumpang sebelas adalah bangunan untuk dewa tertinggi. Ini artinya bahwa Maspait
sejatinya adalah Dewa yang kedudukannya tinggi dalam pemujaan masyarakat Bali
Kuno, kalau ditinjau dari bentuk pelinggih dan tingkatan meru. Demikian juga
dalam beberapa sumber sastra di atas disebutkan bahwa Maspait dinyatakan
sebagai Ratu Maspait, Ida Ayu Maspait (Dewi), yang mana penyebutan ini lebih
condong kepada aspek predana atau sakti yang memiliki fungsi khusus dan penting
dalam kehidupan manusia dan alam semesta.
Demikian juga dengan ritual pemujaan
yang dilakukan terhadap Ratu Maspait yang dilakukan adalah untuk memohon tirtha amerta sanjiwani. Ini artinya
bahwa Ratu Maspait adalah dewa tertinggi yang memberikan anugrah kehidupan yang
abadi, dimana simbol dari anugrahnya adalah tirtha
amerta sanjiwani. Dalam mitologi dewa dewa, hanya dewa dengan kedudukan
tinggi yang berwenang menganugrahkan Tirtha
Amerta Sanjiwani.
Menilik dari uraian dan bukti sejarah,
adat, serta - sastra di atas, maka dapat diambil suatu pendekatan kesimpulan bahwa
Ratu Maspait adalah salah satu nama Dewa Tertinggi dalam tradisi Hindu dalam
peradaban Bali Kuno. Pura Maspait adalah ura sebagai tempat pemujaan kehadapan
Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam prabawa sebagai Ratu Maspait yakni Dewa
penganugrah amerta sanjiwani atau
kehidupan abadi. Artinya pula bahwa Pura Maspait adalah pemujaan kehadapan Dewa
yang memberi anugrah kehidupan, kesejahteran, kemakmuran dan kemulyaan di dunia.
Ditegaskan di sini bahwa Pura Maspait atau
pelinggih bukanlah pemujaan untuk Ratu di Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Namun
tak dipungkiri pula memang ada Pura Majapahit yang ditujukan untuk memuja para
penguasa Kerajaan Majapahit terdahulu atau ditujukan bagi para leluhur di tanah
Jawa terdahulu. Artinya: Pura Maspait
tidak sama dengan Pura Majapahit.
Apakah pura maspait Majapahit yang ada di seraya timur merupakan satu ksatuan pura maspait Majapahit yg ada diseluruh bali
ReplyDelete