KALAU TAK INGIN GENERASI
BERIKUTNYA NGAMBANG !
Pura dalam bahasa Sansekerta
berasal dari kata Pur yang artinya tembok, atau kota yang dikelilingi tembok, atau dapat pula
berarti benteng. Jadi kata Pura dalam bahasa Sansekerta dapat diartikan sebagai
kota berbenteng
atau benteng saja. Dengan demikian ada yang mengatakan bahwa pura berarti suatu
benteng pertahanan spiritual atau benteng agama. Karena mengingat
pura adalah sebagai tempat menjalankan segala kegiatan spiritual keagamaan, sebagai
tempat memperdalam ajaran agama, dan sebagai fungsi sosial di dalam masyarakat
sedharma.
Dalam praktek agama Hindu,
pura berarti suatu tempat berstana para Dewa sebagai manifestasi dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, dan sebagai tempat pemujaan bagi para bhakta. Sebagai tempat
suci, pura tersebut sangatlah dijaga kebersihan dan kesuciannya. Pembangunannya
pun dari sejak awal sudah dimulai dengan unsur-unsur kesucian. Baik itu dari
mulai memilih tempat, membersihkan dan menyucikan tempat tersebut secara sekala
dan niskala, dengan sarana bebantenan, pemujaan dengan mantra-mantra
sang sulinggih. Pemilihan bahan yang akan digunakan untuk membangun pura
tersebut juga mempertimbanggkan faktor-faktor kesucian di mana bahan tersebut
tidaklah kotor atau cemar secara niskala. Termasuk di dalamnya memilih
waktu yang baik atau subha dewasa dalam pembangunan pura terebut.
Orang-orang atau masyarakat yang membangun pura tersebut juga melakukan yang
namanya yasa kerthi yakni senantiasa menjaga pikiran, perkataan, dan
perbuatan yang didasari atas kesucian.
Sampai akhirnya sebuah pura
setelah selesai dibangun sebagai tempat suci memerlukan ritual atau upacara
pembersihan dan penyucian, dan senantiasa dijaga kebersihan dan kesuciannya. Dengan
demikian pura memang benar-benar sebagai tempat suci, baik itu sebagai tempat
berstana Dewa-Dewi, maupun sebagai tempat melakukan hubungan rohani kehadapan
Hyang Kuasa.
Sedangkan Purana
adalah naskah-naskah kuno atau cerita-cerita kuno yang memuat mengenai sejarah
atau asal-usul alam semesta, cerita para Dewa-Dewa, terciptanya manusia,
terjadinya suatu tempat, atau terjadinya suatu benda tertentu. Memuat mengenai
suatu perkembangan suatu hal atau kejadian tertentu di masa lampau. Berbicara
mengenai masalah waktu atau perkembangan jaman, atau kadangkala
menginformasikan suatu hal yang berkaitan dengan suatu tempat.
Seperti diketahui bahwa
dalam purana ada beberapa macam golongan purana. Ada
yang digolongkan maha purana seperti Brahma Purana, Siwa Purana, Padma Purana,
dan lain lain yang kesemuanya ada sekitar sembilan belas maha purana. Kemudian ada golongan purana yang sifatnya
lebih rendah yang dikenal dengan istilah Upa purana. Dan banyak lagi
purana-purana kecil yang bersifat lokal dan memuat suatu hal yang bersifat
khusus.
Brahma Purana yang digolongkan
purana besar banyak menceritakan mengenai terjadinya alam semesta, termasuk
pula sejarah atau hirarki para dewa, sejarah raja-raja penguasa dunia pada masa
lampau, dan lain sebagainya. Terjadinya suatu tempat suci, dan kejadian-kejadian
masa lampau yang sifatnya dapat dipakai suatu pegangan bagi masa berikutnya.
Pura dan Purana sangatlah
dekat dan berkaitan maknanya dalam kehidupan agama Hindu. Terkait dengan
pengertian kedua kata tersebut di atas, maka dalam perkembangan agama Hindu di
Bali sebenarnya para tetua atau pembesar Hindu di Bali telah memikirkan hal
tersebut. Seperti yang sering didengar atau dikenal adanya Raja Purana Besakih,
dan Raja Purana Batur, ataupun purana yang dimiliki oleh pura-pura kayangan
jagat yang lainnya.
Purana sebuah pura memuat
mengenai sejarah pembangunan pura dan suatu hal yang melatar belakanginya.
Dilengkapi dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan pura tersebut seperti
masyarakat pengempon, pemaksan, laba pura, pelinggih yang ada di pura tersebut,
termasuk pula aci atau upacara yang diselenggarakan di pura tersebut
berdasarkan waktunya dan tempat. Demikian pula Ista Dewata atau Dewa yang
dipuja di tempat suci, termasuk berbagai jenis banten yang dihaturkan
pada setiap pelinggih. Purana tersebut dapat pula memberikan informasi
mengenai kepemangkuan di pura tersebut. Memuat berbagai macam pantangan yang
harus ditaati dan berbagai macam kewajiban yang harus dilaksanakan di dalam pura
tersebut. Kadangkala dilengkapi dengan berbagai kejadian bersejarah atau
kejadian yang dianggap aneh yang terkait dengan keberadaan pura tersebut.
Penulisan purana sebuah pura
sangatlah penting adalah untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan yadnya. Dapat digunakan sebagai pegangan dalam memperbaiki
atau memelihara tempat suci tersebut. Demikian pula untuk kepentingan
kesinambungan informasi antara generasi terdahulu dengan generasi berikutnya.
Sehingga terjadi suatu aliran emosional, aliran keyakinan antara masyarakat
atau leluhur terdahulu dengan generasi berikutnya.
Banyak sekali kejadian di
masyarakat dewasa ini di mana sekelompok masyarakat pengempon pura tidak
mengetahui mengenai hal ikhwal pura tersebut. Karena mungkin para pendahulunya
tidak menulis atau membuat sebuah purana yang dapat dipakai pegangan oleh
generasi berikutnya. Atau banyak pula terjadi kejadian bahwa sebuah purana yang
ditulis di masa lalu, sangat disakralkan sekali, tanpa pernah ada niat untuk
mengetahui apa isi tulisan, baik itu yang berupa prasasti, purana, atau pamancangah.
Padahal tujuan dari penulisan prasasti, purana ataupun bentuk lainnya adalah
untuk memberikan penjelasan atau petunjuk kepada generasi berikutnya. Akibat
dari sikap yang demikian menyebabkan terjadi suatu terputusnya informasi. Apa
yang terjadi kemudian, bahwasannya genersai berikutnya tidak mengetahui mengenai
keberadaan pura bersangkutan pura.
Ada yang lebih parah lagi bahwa
sebuah pura tidak diketahui secara pasti nama pura tersebut, siapa yang dipuja
di sana (ista
dewata), dan status dari pura tersebut. Termasuk pula aci yang diselenggarakan
di sana.
Sangat disayangkan atau
sangat ironis kalau sekelompok masyarakat pengempon pura tidak
mengetahui mengenai hal ikhwal pura atau tempat suci mereka sendiri. Sehingga
ritual atau suatu kegiatan yang dilakukan di sebuah pura hanyalah suatu hal
yang gugon tuwon atau nak mula keto atau kene tampi kene
jalanin. Dan apa yang dilakukan hanyalah sebuah rutinitas yang hampa tanpa
makna, dan kadangkala meraba-raba. Walaupun semua keadaan ini tidak mengurangi
rasa bhaktinya kehadapan betara sesuwunan atau Dewata yang dipuja di
tempat suci tersebut.
Sangatlah ironis kalau kita
datang ke sebuah pura di mana kita tidak mengetahui mengenai keadaan atau
keberadaan pura tersebut.
Diyakini
bahwa tidak semua pura memiliki purana yang bercerita tentang pura itu sendiri
dengan segala seluk beluknya. Jangankan pura yang bersifat pribadi atau masih
dalam status kecil, malah pura-pura yang digolongkan dalam pura sungsungan
jagat diyakini belum semua memiliki yang namanya purana. Sehingga kalau
kita tidak ingin generasi berikutnya kehilangan tongkat estafet penerus dari
keyakinan leluhur, maka pembuatan purana sangatlah penting untuk dilakukan.
No comments:
Post a Comment