“Gandrung” tari ini merupakan produk
peradaban Bali kuno. Keberadaannya kini kian langka. Hanya ada di beberapa
banjar di Denpasar yakni di Br. Tembau Kelod (Penatih), Br. Ketapian Kelod
(Sumerta), Br. Suwung Batan Kendal (Sesetan), Br Monang Maning (Pemecutan
Kelod).
Kemunculan Gandrung dahulu tak lepas
dari situasi masyarakat feodal jaman itu, dimana sentralnya adalah puri
(kraton). Saat itu dikembangkan tari yang kemudian disebut Legong Kraton. Tari
ini hanya dipentaskan di puri yang sifatnya formal sebagai tari kerajaan.
Masyarakat yang berada di luar puri kala itu juga memiliki naluri seni tinggi.
Lalu diciptakan secara spontan sebuah tarian yang masih memakai pakem
pelegongan, namun bersifat sebagai ekspresi rasa suka cita pergaulan di
kalangan muda - mudi. Tari ini diberi nama Tari Gandrung yang berarti tari suka
cita. Karakter tari ini lebih bebas, dilengkapi dengan “pengibing” mirip tari Jogged
Bumbung. Bedanya, Gandrung masih memakai pakem pelegongan, sedangkan Jogged Bumbung
tidak.
Awalnya Gandrung diiringi gambelan
Semara Pegulingan seperti Legong Kraton, namun karena karakternya lebih bebas, maka
pengiringnya memakai Gegrantangan (gambelan
jogged). Penari Gandrung adalah laki laki yang mengenakan pakaian pelegongan.
Gandrung di Pura
Majapahit
Keberadaan Tari Gandrung di Pura
Majapahit, Banjar Munang maning, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat, sudah
ada sejak tahun 1930-an. Konon didirikan oleh Pekak Daweg, sedangkan penari
pertamanya adalah laki laki yang dipanggil Pekak Cekog. Generasi berikutnya
sebagai penarinya yakni I Made Manda, menari sampai pada masa jayanya tari
Gandrung di Pura ini sekitra tahun 1960 –an.
Sedangkan tabuh pengiringnya diciptakan
oleh I Ketut Godra, yang menciptakan tabuh secara otodidak, tanpa meniru
gambelan gandrung dari tempat lain. Tabuh gandrungnya yang khas Pura Majapahit
itu diwariskan sampai sekarang. Sedangkan seka Tari gandrung di pura ini bernama
“Seka Gandrung Ambek Suci”.
Jaman berganti jaman, para penari pun
memberikan mandat kepada generasi berikutnya. Munculah penari gandrung I Made
Yudana th 1980-an masih belia, bersama adiknya Kadek Agus Triantara. Generasi
berikutnya adalah I Wayan Gede Dedi Merta. Tak berhenti sampai di sana, kini “taksu” di Pura Majapahit menunjuk I
Komang Wahyu Nanda Pradipta sebagai penari Gandrung. Kini selain laki - laki,
penari Gandrung di Pura Majapahit juga ada perempuan yakni Ni Luh Ayu Mika
Widyanti, Ni Putu Heradiva Pramerti,dll.
Keberadaan tari Gandrung di Pura
Majapahit sangatlah “pingit” (sakral). Hanya dipentaskan saat odalan yakni pada
purnama kenem. Itupun diawali dengan adanya “pemuwus” (semacam pewisik) yang
diterima dari jero mangku pura.
Demikian sebagai cerita pertama… ikuti lanjutannya
bertajuk “Pemain Sepak Bola Jadi Penari Gandrung”. Hehe.. kok kayak senetron
jadinya…. Ampura, foto yang disajikan “bureng” – kabur.
#TariGandrungBali #PuraMajapahit
#PakemPelegongan #KesenianBali #BudayaBali #TariSakral
kanduksupatra.blogspot.com
No comments:
Post a Comment