Monday, November 2, 2015

Leak Jaka Tunggul




Pernah mendengar pohon jaka tunggul? Mungkin jarang. Namun bagi generasi duluan, istilah ini sudah tak asing, tapi sedikit membuat bulu merinding. Apa sebab, karena jaka tunggul itu selalu dikaitkan dengan mistik. Ada yang mengatakan jaka tunggul merupakan jadi-jadian orang yang bisa ngeleak. Tapi ada juga yang mengatakan jaka tunggul tersebut adalah pohon jaka yang berdaun hanya sehelai dan berdiri di sebuah pekarangan. Pohon ini konon disukai oleh leak. Biasanya leak yang sudah nadi (berubah wujud) kemudian karena suatu hal, ada orang elwat di sekitarnya, leak itu kelabakan dan berlindung di tempat aman, salah satunya adalah di pohon jaka tunggul. Dengan menyelinap di sana, leak akan tak kelihatan, sehingga sering orang mengatkan bahwa pohon jaka tersebut adalah pohon jadi-jadian leak. Banyak ungkapan mengatakan “ia nak suba bisa dadi jaka tunggul” artinya “ia sudah bisa berubah wujud menjadi pohon jaka tunggul”.  Pohon itu tetaplah pohon, namun leaknya yang sering menyelinap di sana.
Bicara mengenai pohon jaka tunggul sebagai tempat berlindung leak. Ada cerita tentang itu. Namanya Gungde, suatu malam minggu pergi ke rumah pacarnya di Pemedilan, namanya Gung Ayu yang cantik jelita. Seperti biasanya Gungde yang sudah ganteng dengan sedikit wangi-wangian berangkat naik motor antic. Kala itu kota belum segemerlap sekarang. Melewati daerah yang remang-remang kira-kira lima kilo meter dari arah timur dari daerah Pemedilan, Gungde sudah berbunga-bunga untuk bertemu dengan pujaan hatinya.
Tak lama diceritakan dalam perjalanan, jeroan Gung Ayu pun sudah di depan mata.  Gungde memarkir kendaraannya di depan kuri atau pintu gerbang. Namun entah kenapa, seperti ada hentakan dari belakang di kegelapan malam yang menyebabkan lutut Gungde menjadi lemas dan terjatuh. Gungde terjatuh, terkapar ditindih sepeda motor. Setelah Gungde mellihat ke belakang ternyata tak ada siapa-siapa. Ia bangun sendiri sambil membersihkan tangan dan bajunya yang sedikit kotor, untung tak berlumpur. Cerita itu tak diketahui oleh Gung Ayu, malu dong kalau anak muda jantan sampai jatuh sendirian tertindih motor sendiri. Ah malu ah… …
Gung Ayu menyambut kedatangan Gungde dengan berbunga-bunga. Singkat cerita haripun sudah malam, waktunya untuk pulang. Gungde masih teringat dengan kejadian terjatuh tadi, ia berhati-hati, dan mengawasi daerah sekitarnya sambil takut-takut. Gung Ayu kesayangannya sudah tak dihadapannya lagi. Ia sendirian menstater sepeda motor langsung kabur ke arah timur menuju rumah dengan perasaan senang becampur dengan perasaan takut tapi sedikit-sedikit.
Sampai akhirnya di suatu pengkolan di yang gelap dan tak berpenghuni dekat sawah, Gungde merasakan ada sesuatu yang lain. Angin dingin menerpa badannya sehingga bulu romanya berdiri. Suatu yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Ia melihat ada kelebatan sinar berupa endih seperti nyala api obor menari-nari di depannya. Api itu seolah-olah menghadang laju perjalanan sepeda motor Gungde. Gungde sedikit kawatir dengan keselamatan, karena tak ada rumah dan orang satupun lewat disana. Gungde yang sudah jengah dikerjai dari rumah Gung Ayu, turun dari motor lalu membuka baju, lalu mendekat pada api yang berkelebat-kelebat itu. Ia unjuk gigi dengan endih itu, lalu mengibas-ngibaskan bajunya ke arah endih yang banyaknya empat buah itu. Gungde dalam hati berpikir, rupanya mereka berempat ingin megeroyokku. Baiklah, aku tangan kosong dan tak punya punya gegemet. Akan aku ladeni kamu. Aku tak pernah merasa punya musuh, tapi kalu mereka menghalangiku, akan aku lempag mereka.
Dengan membabi buta Gungde mengejar empat buah endih itu sambil mengibaskan baju dan sebatang kayu kira-kira satu meter panjangnya. Entah mereka ketakutan atau kewalahan menghadapi Gungde yang ngamuk, akhirnya empat endih itu berkelebat menjauh menuju ke kegelapan. Gungde terus mengejar, sampai akhirnya endih itu lenyap di pohon yang berdiri tegak sendirian. Gungde berpikir bahwa leak-leak itu bersembunyi di pohon. Ia pun memukul-mukul pohon itu untuk melampiaskan kemarahannya. Setelah puas dan keletihan, Gungde kembali ke sepeda motornya untuk kembali pulang. Kini giliran motornya tak mau hidup. Ia mengira bensinnya habis. Setelah dicek dengan cara menggoyang-goyang tangkinya, ternyata bensinnya masih banyak. Gungde lagi berpikir, lagi-lagi leak ini menggangu. Maka tak banyak pikir, gungde mengencingi sepeda motornya dengan harapan leak itu lari dari sepeda motornya. Akhirnya memang tindakan konyolnya itu membawa hasil. Sepeda motornya mau hidup, iapun langsung menuju ke rumahnya dengan perasaan kesal, karena dibuntuti leak sejak di depan rumah pacarnya, sampai pulang.
Diceritakan keesokan harinya, Gungde mau bekerja pagi-pagi agak sedikit ngantuk karena kejadian tadi malam. Ia lewat di jalan yang sama pagi itu. Ia teringat dengan leak-leak yang membuntutinya dan mengganggu pada malam kemarin. Ketika ia amati pohon kemarin malam, ternyata pohon itu adalah pohon jaka yang berdiri sendirian dan hanya berdaun sehelai. Kalau orang bilang itu adalah pohon jaka tunggul. Artinya pohon jaka (enau) yang berdiri sendirian seperti sebuah tongkat dan daunnya sehelai seperti kober atau bendera sehingga ia disebut dengan pohon jaka tunggul. Tunggul artinya tongkat yang berisi kober. Menurut cerita orang tua-tua, konon pohon jaka tunggul itu disenangi oleh leak. Maksudnya, pohon jaka itu dipakai sebagai tempat berlindung apabila mengalami suatu yang tak diinginkan, termasuk tempat bersembunyi. Gungde lalu berpikir “pantesan mereka semua pada lari ke pohon itu kemarin malam”. Tapi ia teringat ketika pohon itu ia tigtig (pukul-pukul) kemarin. Pastilah diantara mereka yang sedang bersembunyi terkena pukulan, sampai-sampai ia marah lalu ngeliseb (menyedot) motorku sampai tak bisa hidup. Demikian perbincangan hati Gungde sambil berjalan sendirian.
Sampai akhirnya pada suatu sore, ketika ia sedang duduk di depan rumahnya dengan seorang teman, tiba-tiba ada dua orang warga yang menghampiri dan menyapa gungde dengan ramah. Gungde pun menyahut dengan sopan dan seadanya. Tetangga yang dikenalnya itu lalu pergi begitu saja. Namun Gungde melihat orang itu seperti ada luka memar (balan) bekas kena pukulan kayu di bagian lengan dan pelengan (dahi), dan yang satu lagi tangannya diurut-urut seperti susuban (tertusuk duri) termasuk jalannya yang agak sedikit terinjik-injik yang menurut pengakuan orang itu ia tertusuk duri. Gungde teringat dengan kejadian kemarin, jangan-jangan orang ini yang kemarin mengganggunya di pohon jaka itu, sampai akhirnya yang satu terkena pukulan kayu sampai balan (memar membekas) dan yang satunya mungkin tertusuk yip (lidi tajam dari ijuk).
Ah itu hanyalah pikiran ngawur dari Gungde. Kini berselang berapa lama, ada lagi dua orang yang datang mendekat lalu bertanya seadanya tentang keadaan. “Ten mekarya Gungde? Disahutnya “ten nika” begitu sahut Gungde sambil lalu. Setelah diamati ternyata orang tersebut semua mukanya muram seperti nggak enak badan, terlihat menyengir dan mual-mual. Lagi-lagi Gungde berpikiran lain, jangan-jangan orang ini yang mengganguku ketika motorku tak mau hidup. Mungkin ia terlalu banyak menelan air kencingku ketika aku mengencingi sepeda motorku kemarin.
Gungde menjadi bengong melihat kehadiran keempat orang tersebut yang datang tanpa diundang atau tak pernah bertegur sapa ramah sebelumnya. Jangan-jangan mereka secara diam-diam mohon pengampunan sekaligus minta obat secara tak kentara. Konon begitu katanya menurut orang tua-tua terdahulu. Demikian Gungde menganalisa kejadian yang dihadapinya waktu malam kemarin dan kedatangan dari orang-orang yang perilakunya agak sumbang.
Nah itu dia… makanya kalau bisa ngeleak jangan mengganggu, jangan jadi leak jahil… karena tak semua orang akan takut dan tak semua orang bisa disakiti. Karena setiap orang punya tegak oton (kelahiran) yang berbeda sekaligus setiap orang mempunyai kekuatan yang berbeda berkaitan dengan kekuatan leak. Mungkin mereka berempat sudah biasa mengganggu orang di jalan dan mereka senang kalau sudah dapat mengganggu sekaligus membuat orang menjadi takut dan sakit.
Tapi kali ini mungkin mereka apes, ketemu Gungde yang bebogolan, artinya tak punya jimat, tak punya sabuk, tak tahu ilmu kanuragan, ia hanya mengandalkan kata hatinya…. Hajaaaaarrrr. Empat leak dihajarnya sampai kalangkabut, hahahaaaaa…... (Ki Buyut).

 
 

No comments:

Post a Comment