Thursday, November 12, 2015

Misteri Bendungan Wongan



Bendungan Wongan yang terletak di Desa Adat Tonja, Denpasar Timur sudah terkenal sejak jaman Dahulu. Terkenal karena bendungan tersebut dapat mengaliri air ke persawahan yang sangat luas di daerah Denpasar sampai ke selatan. Bendungan ini juga sangat terkenal sebagai proyek prstisius pada jaman kerajaan Badung terdahulu dalam rangka meningkatkan produksi pertanian di wilayah kerajaan Badung terdahulu. Tidak itu saja, bendungan Wongan juga sangat terkenanl dengan keangkerannya. Kali ini Taksu akan memberikan gambaran singkat bagiaman sejarah pembangunan bendungan Wongan tersebut. Ceritanya begini:
           Pada masa kerajaan Badung terdahulu berkuasalah Kyayi Anglurah Jambe Merik yang beristana di Puri Alang Badung. Setelah sekian lama berkuasa, maka kedudukan beliau Kyayi Anglurah Jambe Merik diganti oleh putranya, Kyayi Anglurah Jambe Ketewel sebagai Raja Badung II.  Beliau tetap menempati Puri Alang Badung sebagai pusat pemerintahannnya. Adapun kebijaksanaan beliau ini tidak berbeda dengan kebijaksanaan ayahnya, maka rakyat Badung merasakan dirinya diayomi dan karena itu mereka taat sekali pada raja. Pada masa itu, raja Badung dibantu Ki Saunggaling, yakni yang bertugas melaksanakan sekaligus menjalankan perintah raja di istana.
Yang menonjol pada jaman pemerintahan Kyayi Anglurah Jambe Ketewel adalah ide dari Ki Saunggaling yaitu hendak memperluas persawahan di Kerajaan Badung dengan memperbesar pengairan. Dan untuk kepentingan itu, direncanakan membuat sebuah bendungan (dam) agar airnya dapat dialirkan ke bakal persawahan yang baru. Pekerjaan raksasa itu dimulai dengan mengerahkan ratusan pekerja yang terlibat dalam pembangunan dam tersebut. Pengerahan  tenaga dilakukan terus menerus, akan tetapi hasilnya menyedihkan. Kegagalan demi kegagalan menimpa pembangunan dam itu sampai rakyat memperlihatkan kekecewaannya. Ki Saunggaling sebagai pencetus ide tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaannya, sampai bingung memikirkan kegagalan pekerjaannya. Berhari-hari Ki Saunggaling memikirkan dan mendoakan agar diberi petunjuk oleh Ida Sanghyang Widi Wasa.  Saking taatnya Ki Saunggaling berdoa, maka pada suatu malam ia mendapat wahyu dari   kekuatan niskala yang ada di sekitar Sungai Sagsag di mana dam tersebut dibangun. Adapun wahyu itu menyatakan bahwa bendungan yang akan dibangun itu akan dapat terlaksana apabila mengunakan “dasar manusia”. Betapa terkejutnya Ki Saunggaling mendengar pawisik itu. Tidak disangka-sangka bahwa pembangunan bendungan itu memerlukan manusia sebagai dasarnya. Berhari-hari ia berpikir dengan istrinya untuk mendapatkan jalan keluar sebagai pemecahannya. Dan akhirnya selaku orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembuatan dam tersebut, Ki Saunggaling mengambil keputusan bahwa ia beserta istrinya yang akan menjadi dasar bendungan (dam) yang sedang dalam proses pembangunan itu.
          Maka pada suatu hari kedua suami istri itu menghadap raja di Puri Alang Badung. Dengan sembah pendahuluan kehadapan raja, lalu Ki Saunggaling melaporkan hasil karyanya membangun bendunagn tersebut, termasuk berbagai hambatan yang terjadi, sampai pada keputusannya untuk menjadi dasar dam itu. Raja sangat terkejut mendengar laporan serta keputusan Ki Saunggaling beserta istri untuk menjadi dasar dam yang sedang dibangun. Beliau menolak keinginan Ki Saunggaling  yang sangat setia dan bertanggung jawab akan tugas. Tetapi ia tetap pada pendiriannya. Raja tidak mampu merubah pendirian Ki Saunggaling, akhirnya menyerahkan kehendak mereka yang jujur dan tulus ikhlas.  Dengan sembah terakhir kepada raja, Ki Saunggaling lalu mohon diri.
Pada hari itu juga, tersiarlah kabar bahwa Ki Saunggaling beserta istrinya akan menjadi dasar dam yang sedang dibangun itu. Banyak orang yang datang pada Ki Saunggaling untuk menyampaikan keinginannya agar Ki Saunggaling yang dicintainya mengurungkan keputusannya untuk menjadi dasar dam. Permintaan rakyat itupun tidak dipenuhinya. Maka pada suatu hari, dengan disaksikan oleh Raja Badung dan pejabat-pejabat kerajaan serta ratusan rakyat Badung dilaksanakanlah “Upacara Satya” bertempat di pinggir Tukad Sagsag. Setelah mohon diri kehadapan raja dengan sembahnya suami-istri Ki Saunggaling menceburkan diri ke dalam sungai. Adapun tempat satya itu diperkirakan sejauh 75 meter sebelah utara bendungan yang ada sekarang. Maka untuk menghormati kesetiaan Ki Saunggaling suami istri, nama Tukad (sungai) serta bendungan (dam) tersebut diberi nama Tukad Wongan, serta Empel (bendungan / dam Wongan. (Ki Buyut).

No comments:

Post a Comment