Menurut
Lontar Tutur Lebur Gangsa
Inilah ciri-ciri Durmanggala dan Durbhiksa
(celaka dan paceklik) pada alam dan
pekarangan yang menyebabkan pekarangan panas (tidak layak huni) yaitu:
Jika pekarangan terkena kilap (petir) dan kebakaran. Ini disebut Kageni baya. Untuk
itu patut mendirikan tempat suci berupa padma capah (bukan padmasana
atau padmasari) sebagai stana Sang Hyang Indra Belaka. Bila tidak mendirikan
stana Sang Hyang Indra Belaka, maka percuma saja walau telah melaksanakan
upacara caru.
Jika ada kayu rempak, terpotong, rebah tanpa
sebab, Punggel Kepancabaya namanya.
Jika ada kelapa bercabang, pisang bercabang,
pisang keluar tandon pada batangnya, Nyiur kembar juga disebut Kepancabaya, pekarangan tersebut dikatakan panas
(tak layak huni).
Jika ada rumah direbahi (ditindih) kayu, Karipubaya
namanya. Karang itu disebut panas.
Jika rumah rubuh, Sanggar rubuh, Kalebon
Amuk namanya.
Jika dapur rubuh, Kalebu Kalebon Amuk namanya.
Karang tersebut panas.
Jika ada jamur tumbuh pada bebaturan salu (sendi/pondamen
rumah), diatas atau di bawah (itu ciri) panas. Kawong
baya namanya.
Jika ada lulut (ulat tanah berkumpul
ribuan), atau segala yang serupa dengan lulut tampak di pekarangan, Kalulut
baya namanya. Panas karang tersebut.
Jika ada darah, tanpa sebab nampak di pekarangan
atau di perumahan, itu ciri bahaya. Keraja baya namanya.
Jika ada orang mati karena jatuh, Kalebon
Amuk (karang dimasuki orang mengamuk). Tanda karang itu panas.
Jika ada orang mati gantung diri, mati dicekik,
tanda karang tersebut panas. Kahastabaya namanya
Jika ada orang mati karena kecurian, tanda
karang tersebut panas. Karekabaya namanya.
Jika ada orang mati ditusuk, tanda karang itu
panas. Karipubaya namanya.
Jika ada orang menusuk diri, walaupun yang
bersangkutan masih hidup, ciri karang itu panas. Ragabaya namanya.
Jika ada orang mati melahirkan, panas karang itu
Kararebaya namanya.
Jika ada orang mati karena hanyut, ciri karang
itu panas. Katoyabaya namanya.
Jika ada orang mati karena ditindih kayu,
ditindih tanah longsor, ditindih bahan
bangunan, panas karang tersebut. Baya namanya.
Jika ada orang mati karena mengamuk atau diamuk,
sama panasnya karang tersebut. Kabaya namanya.
Jika ada orang mati di sergap macan, disergap
buaya, ditanduk sapi, kerbau, digigit ular. Panas. Kasrenggaka namanya.
Jika ada orang mati karena tidur, mati karena
mimpi, mati karena kentut, karang tersebut panas.
Kasrepaning baya namanya.
Jika ada orang mati disruduk, ditombak, ditembak,
ditulup, dipukul, ditendang, ditebas, ditusuk, disempal, semua itu mati Salah
Pati namanya. Semua kematian karena salah pati dan ulah pati tidak
dapat dibiayai (diupacarai). Upacara itu tidak ada hasilnya, sebab mati
Maskara namanya. Baik buruk kematian itu, jika rohnya memanasi (mengganggu)
keluarganya, hendaknya diupacarai Sakapan dengan guling bebangkit.Tanda-tanda
tidak baik kematiannya itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan mati kena
kutuk. Bila kematiannya tidak mengganggu keluarganya, itu tanda ia mati dengan
baik. Rohnya mencapai sorga.
Apabila proses kematiannya buruk, jika demikian
halnya : orang mati tidak beres (salah pati), ulah pati (mencari mati),
mati hanyut, mati dalam perjalanan, dicekik disebut: Apapati Halapati, Sepatutnya
ditempat (rumah) orang mati tersebut mendirikan tempat suci berupa padma (bukan
padmasana atau padmasari) sebagai
tempat persinggahan rohnya. Rohnya patut dituntun. Upacarai sepatutnya, dan
laksanakan upacara odalan untuk tempat suci tersebut pada hari kelahiran
orang yang mati bersangkutan. Pahalanya : memberi kesenangan, sanak keluarganya
memperoleh keberhasilan. Jika tidak dibuatkan padma capah, sanak
saudaranya dibuat menderita sakit oleh roh itu. Walaupun telah diupacarai
dengan biaya besar, roh itu akan tetap mengganggu, sebab ia diperkenankan
berbuat demikian. Tawenagalya dan Kadewatan (sorga) ia tidak
dapat bersatu dengan roh leluhurnya (yang lain) yang telah tentram sentosa
kembali berstana di Sanggar Kemulan.
Oleh karena sanak
saudaranya sama-sama diganggu, mereka silih berganti ditimpa penyakit, batuk-batuk semakin kurus, lemah lesu,
kejang-kejang kemasukan roh, dan gila-gilaan. Demikian akibat ulahnya. Itulah
bencana yang diakibatkan oleh roh orang yang mati tidak benar yang patut
diperhatikan. Upacarailah menurut ketentuan yang diajarkan oleh ajaran (Tutur
Lebur Gangsa) ini.
Bila ada hewan
peliharaan ketika beranak, anaknya lahir dalam wujud yang aneh, berperilaku
aneh, wujudnya tidak seperti biasa, sifatnya tidak seperti sifat biasa. Itu
menunjukkan bahwa karang (perumahan) tersebut panas. Juga sebagai pertanda alam
mengalami kerusakan (kekacauan).
Bila ada anjing,
babi betina beranak tunggal, pekarangan tersebut panas. Binatang itu sepatutnya
dipotong dihanyutkan ke laut. Lambungnya ditusuk dengan duri kaktus diikat
dengan tali. Buanglah binatang itu ke laut. Rumah pekarangan tersebut segera
diupacarai dengan caru, pertama-tama dengan caru Pancasatha. Kemudian
tambah lagi dengan upacara Pamarisudha Pamanes Karang, penyucian karang
panes.
Perhatikanlah tanda-tanda
munculnya bencana sebagai yang disebutkan di atas, yaitu yang tampak pada
manusia, pada ternak sarwa sataton (burung peliharaan) dan ayam,
binatang peliharaan, tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pekarangan rumah, yang
disebut tanem tuwuh. Sama panasnya. Sebab manusia, binatang, ayam, ikan,
burung, ular, tumbuh-tumbuhan menjalar, gulma, sthawara (perdu), janggama
(mahluk hidup), trena (rumput), pipilika (semut), mrega (binatang)
dan tiryak (binatang), kutu-kutu. Semua itu sama-sama berjiwa,
mengusahakan hidup, dari sejak lahir sampai mati. Oleh karena itu ada
tumbuh-tumbuhan, ada manusia, ada kayu jati, ada kayu nyaman ada yang disebut
kayu kala yaitu kayu klampwak, ada yang disebut kayu Dewa, yaitu
kayu Majagau. Kayu Cendana adalah dewanya kayu. Semua itu berjiwa, sama-sama
mengusahakan hidup dari sejak lahir sampai mati.
Bila di pekarangan
muncul asap, itu sebagai ciri karang itu panas membara. Demikian juga Gumi
Kasayongan (alam berkabut) atau ditimpa Kakuwung (pelangi) adalah
ciri karang bersangkutan panas.
Dalam hal berumah tangga:
Bila ada orang saling
lancubin (saling masuki) sesama kekeluarganya. Sama-sama dratikrana (berbuat
melanggar hukum adat), melakukan gamya gemana (memperistri orang yang
tidak boleh diperistri). Sama-sama salah mengambil istri atau suami. Itu tanda
karang tersebut sangat panas. Juga (berakibat) panas pada alam dan masyarakat
desa atau negara. Itulah tanda-tanda kehancuran alam. Karena kedatangan alamat
buruk, bencana, paceklik. Menyebabkan tanah kerajaan kering krontang. Dihukum
mati. Jika masih dalam keadaan hidup (hendaknya) dihukum bhrunaha (membunuh
bayi dalam kandungan). Jika sang raja melakukan perbuatan seperti tersebut di atas,
seketurunannya akan jatuh miskin dan tersesat.
Bila ada pekarangan tumbak rurung (ditusuk
jalan), besar atau kecil sama panasnya.
Bila ada rumah berdampingan dengan perempatan
jalan, di hulu pura, berdampingan dengan balai banjar, tanda karang tersebut
panas.
Bila ada babi sakit berasan (cacing pita)
atau ayam bersenggama di atas rumah, terlebih-lebih di atas bale, karang itu
panas.
Bila ada Tabuan Sirah (tabuan yang
induknya besar-besar), Tabuan Keh (tabuan yang berumah di tanah), Tabuan
Kulit (tabuan yang induknya kuning), Tabuan lip (tabuan yang
induknya kecil berekor kuning) bersarang di rumah. Demikian juga lebah atau
ular masuk perumahan. Itu tanda perumahan panas atau cacat.
Yang perlu dihindari dalam membuat bangunan
adalah: Segala bangunan rumah, tidak boleh ditambah atau dikurangi (bentuk) bangunannya.
Sama cacatnya. Nagasesa namanya. Kesimpulannya tidak henti- hentinya
menyebabkan sakit sengsara.
Jika ada Sanggah (tempat
suci) direbahi bungbang (bambu), dapur, tak terkatakan panasnya, membuat permusuhan.
Jika ada kayu peneduh, segala jenis bangunan,
tempat suci, bale, lumbung, dapur, rebah atau terbakar dilalap api. Sisa
bangunan atau kayu tersebut tidak boleh dipakai (sebagai bahan bangunan).
Sangat panas. Sepatutnya semua sisa itu dibakar habis.
Inilah bale yang tiangnya masuk pada legungan
(bagian rangka atap rumah). Balu Makebunan namanya.
Bila ada bale disarangi oleh uter-uter
(sejenis serangga penggerek kayu) pada lambangnya, pada usukpemade (rusuk
terakhir), bajagul (kayu penyatu di ujung langit-langit bale).
Menyebabkan panas (menderita).
Bila ada bale bertretes (emper) pada
semua bagian, cacatnya angker. Dongkang Makehem namanya.
Bila ada bale yang disebut ber-Lambang mayeng yaitu
dengan lambang (emper) mencorok ke depan tanpa disangga tiang. Atau bale
dengan tiang yang disebut Gunung Rata dibagian dalam bertiang pendek,
tetapi dibagian luar bertiang panjang. Pemilik rumah cendrung tidak
berketurunan. Itulah yang patut diperhatikan. Demikianlah tingkah laku manusia
yang patut diketahui.
Di dalam kehidupan masyarakat:
Bila ada orang manak salah. Seluruh warga
desa terserang penyakit tak tersembuhkan. Rumah dikuasai oleh Bhuta
Kala, Durgha, Desti, Bhucari, Tuju, Teluh Trangjana.
Bila perumahan sering dikenai srana pepasangan
karena dikerjakan oleh orang yang bermaksud jahat yang menyebabkan
pekarangan menjadi angker ditempati mahluk gaib Sang Hyang Kala Tiga, yaitu:
Indra Blaka, Kala Durgha Maya, dan anak buahnya yang bernama Sang Kala
Jinggrang. Sama-sama mengeluarkan kesaktian untuk membencanai pemilik rumah.
Bila telah tampak
ciri-ciri Durmanggala dan Durbhiksa seperti yang ddisebutkan di atas yang menyebabkan pekarangan
perumahan, tegalan, sawah, pura, sanggah, parhyangan, menjadi panas, sepatutnya
mendirikan tempat suci yang disebut Antasana sebagai stana Sang Hyang
Tiga Wisesa yaitu: Sang Hyang Indra Belaka, Sang Hyang Durgha Maya, dan Sang
Kala Maya. Beliau menunggal mengeluarkan kehebatan menjadi Durgha Manik. Jika
Beliau tidak dibuatkan stana seperti tersebut di atas, Beliau Sang Hyang Tiga
Wisesa menganugrahkan penyakit (kesengsaraan). Walaupun telah sering mempersembahkan
caru, tidak akan mampu menghilangkan panas pekarangan dimaksud. Sebab
Sang Hyang Tiga menjadi Bhuta Kala dan Desti. Mereka selalu menunggu di
pekarangan yang panas tersebut. Mereka melakukan huru-hara, membuat segala
penyakit, menarik-narik (menyerap tenaga), dimakan Kala, dihisap tenaganya maka
menyebabkan tanpa tenaga, kehilangan pikiran / akal, pendek umur, keluar
kata-kata yang memperpendek umur, keluar kata-kata kotor (umpatan).
Kebingungan, mengumbar nafsu, gila-gilaan, sama-sama salah lihat, berkata
salah, berpikir salah, ditimpa penyakit lesu darah (letih lesu), mati tidak
mati hidup tidak hidup. Demikian akibatnya dibencanai oleh Sang Hyang Indra
Belaka, Sang Hyang Durgha Maya dan Sang Hyang Kala Maya.
Mengapa menjadi
saling mencurigai, salah penglihatan, bisa menjadi liak?. Karena
dimasuki oleh Sang Hyang Durgha Maya, Sang Hyang Kala Maya. Semula tidak bisa
menjadi liak, tiba-tiba bisa menjadi liak. Oleh karena telah dimasuki
oleh Sang Hyang Durgha Maya. Keluarlah Durgha di pekarangan. Membencanai dengan
menciptakan racun, tampyas (sejenis tungau), tiwang (kejang), sampulung,
bebahi (roh jahat), dengen, pemali, jin, setan, segala penyakit racun yang menyebabkan gatal. Kama merajalela.
Menyebabkan Bhatara Hyang minggat dari sanggar (tempat suci) sebab
dirusak oleh Bhuta Kala dan Durgha. Jika tidak segera disucikan, maka yang
mempunyai rumah dibencanai, kemanapun ia tidak akan mendapat rahayu
(keselamatan). Ia menjadi tersesat, mendapat celaka. Nyata dalam hidupnya.
Pendek umurnya. Merekalah yang membuat penyakit yang sulit disembuhkan. Oleh
karena pekarangan rumahnya telah bertonya yaitu Sang Hyang Kala Tiga
sebagai yang disebutkan di depan. Ada yang mendampingi Sang Hyang Kala Tiga
sebagai patihnya, bernama Sang Kala Jinggrang memiliki 11 anak, sama-sama
berwujud Kala, Bhuta dan Durgha dan sama-sama sakti. Banyak mempunyai rakyat,
tak terhitung jumlahnya. Mereka itulah yang selalu mengganggu di pekarangan
rumah. Memasuki wadag manusia, maka manusia (pemilik rumah itu) menjadi gelap
pikiran. Tidak tahu siapa dirinya. Tidak tahu tata susila menjadi manusia. Ia
tidak lagi mengindahkan aturan. Oleh karena tidak menghayati ajaran agama.
Tidak menghiraukan nasehat. Demikian jadinya seperti binatang. Keinginannya
hanya untuk makan, jika sudah kenyang tidur. Lupa diri, tanpa perasaan.
Untuk mengharmoniskan
(kondisi) pekarangan, ada caru untuk meredakan kemarahannya, untuk
menghilangkan keangkeran karang tersebut. Walaupun seberapa besar
keangkerannya, harmonis juga ia. Sebab disucikan oleh amal baik dan puja kurban
caru ini. Segala Kala dan Durgha, penyakit, racun, hama penyakit dan
lepra itu semua diruat dan diantarkan sampai pulang ke Sorga, oleh karena telah
diruat oleh Sang Maha Pandita Siddha Yogiswara. Beliau tahu menyucikan
keburukannya semua. Pun beliau mampu meruat roh yang papa sengsara.
Sang Hyang Kala Tiga
pulang (kembali) menjadi Sang Hyang Tiga Wisesa. Brahma, Wisnu dan Iswara. Sang
Hyang Durgha Maya masuk ke Sang Hyang Hayu. Pulang ke bumi. Segala Bhuta Kala
menjadi Bhatara. Desti menjadi sejati pulang ke manusia sejati. Durbhaga,
Durgha Bhucari pulang ke Bhatari. Segala hama penyakit lepra kembali ke laut,
menjadi isi lautan. Demikian (mereka) berhasil diruat. Tetapi hendaknya
dilanjutkan melaksanakan puja bakti sampai kepada ia yang mengusahakan
kerahayuan. Janganlah dinodai dengan pertengkaran.
Jagalah dengan
hati-hati (rahasia) ajaran bathin yang sangat utama ini. Bila tidak demikian
percuma saja, tetap kembali mendapat hukuman karena kurang sempurna dalam
berkorban. Tetapi bila langgeng melaksanakan upacara yadnya, dipersembahkan
kepada yang patut menerima caru, maka akibatnya mendapat kerahayuan.
Anak cucu moyangmu pun dalam penjelmaannya akan mendapat kerahayuan.
No comments:
Post a Comment