Tuesday, July 28, 2015

LAYANGAN JANGGAN KELINGGIHIN RATU AYU DI BANJAR YANGBATU KANGIN, DENPASAR




Mengenai layangan Janggan, krama Banjar Yangbatu Kangin memiliki catatan istimewa  dengan terjadinya peristiwa unik. Ceritanya begini: Sekitar awal tahun 1900-an, krama banjar Yangbatu Kangin membuat layangan janggan dengan ukuran lebar badan sekitar empat meteran dengan panjang ekor sekitar tujuh puluh lima meter, lebar ekor sekitar lima meter. Warna pengawak atau badan putih, kekondo atau leher merah, jit sesapi atau bagian bawah badan berwarna merah. Ekor berwarna merah putih hitam memanjang, dan tanggu atau ujung ekor berwarna putih.



          Tapelnya dibuat dari kayu jepun) yang diambil dari Pura Dalem Yangbatu. Tapel tersebut konon dibuat oleh seorang krama Banjar Yangbatu, berbentuk tapel singa. Dalam proses pengerjaannya, tapel tersebut dibawa bolak balik ke rumah dan ke pura Dalem, demikian silih berganti. Setelah selesai, tapel yang berbentuk singa itu lalu disimpan. Selanjutnya, ketika krama banjar ingin membuat layang janggan, tapel itu digunakan. Tak diceritakan proses pembuatan layang janggan tersebut, maka selesailah layangan janggan. Tali yang digunakan untuk menaikkan adalah tali tiying (tali bambu). Demikian diceritakan awalnya.



Pada suatu hari diadakanlah lomba layang-layang yang diikuti beberapa banjar yang ada di Gumi Badung, bertempat di persawahan antara subak Yangbatu dan subak Gemeh, di sebelah barat Desa Yangbatu. Layang janggan Banjar Yangbatu Kangin ketika itu sempat putus talinya, kepala layang-layang menukik ke bawah dan diperkirakan kepala layang-layang beserta tapelnya akan hancur. Namun ketika mendekati tanah, tiba-tiba kepala layang janggan bergerak ke posisi normal dan mendarat dengan mulus sehingga semua merasakan suatu keajaiban.



Dalam lomba tersebut, tampil sebagai juara pertama adalah layang janggan banjar Bun, juara kedua adalah layang janggan Banjar Yangbatu Kangin. Juara ketiga tidak diketahui oleh narasumber yang menceritakan kisah ini. Juara layang-layang mendapatkan hadiah seekor kerbau.



          Setelah sekian lama berlangsung, diceritakan pada suatu hari layang janggan ini dinaikkan. Layang janggan ini melayang dengan sempurna dengan ekor panjang dilengkapi dengan guangan. Seperti biasa layang tersebut diturunkan pada sore menjelang malam. Kebetulan pada waktu itu salah seorang pejabat Belanda yang berkedudukan di Denpasar melihat ada sinar terang di langit. Segera ia memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu sinar berkilau yang dilihatnya itu. Setelah dicek, ternyata sinar itu bersumber dari layang janggan Banjar Yangbatu Kangin sedang melayang di udara. Tentu saja berita itu membuat geger masyarakat.



Di lain pihak, masyarakat yang berasal dari Banjar Kayumas Kaja dan Banjar Bun yang hendak pergi ke sawah pada saat subuh, biasanya lewat di depan bale banjar Yangbatu Kangin. Masyarakat tersebut dikejutkan dengan pancaran sinar dari cudamani (permata di kening) tapel layang janggan tersebut yang saat itu diletakkan sebelah selatan bale banjar. Tentu saja cerita ini semakin membuat ramai tentang layangan janggan tersebut.



          Cerita selanjutnya, pada suatu hari layangan janggan itu dinaikkan, namun layangan tersebut bagaikan kehilangan gairah. Talinya putus-putus, layangan juga tidak mau mengudara dengan baik. Hal ini konon karena salah seorang dari yang ikut menaikkan layangan sedang cuntaka. Dengan keadaan demikian, seka layangan menjadi kesal hatinya. Dalam kekecewaan, layanganpun dibawa sembarangan, diletakkan begitu saja, tidak ada yang menghiraukan. Apa yang terjadi kemudian? Salah seorang krama kepangluh atau kerauhan dan berkata ”kenapa nira (aku) ditaruh sembarangan begini? Kalau saja tidak nira yang nambakin (melindungi), mungkin kalian semua mampus dimakan wabah penyakit“ Demikian penika (sabda) dari orang yang kerauhan tersebut, yang membuat semua krama menjadi terhenyak.



Setelah diingat-ingat oleh krama, ternyata memang benar kejadian-kejadian yang aneh sebelumnya seperti jatuhnya layangan tanpa cacat, layangan yang bersinar di angkasa, serta sinar yang memancar dari tapel. Teringat pula bahwa pada masa yang lalu terjadi wabah cacar dan campak. Hanya Banjar Yangbatu Kangin dan sekitarnya yang terhindar wabah. Dengan adanya kejadian tersebut, diyakini bahwa layangan janggan kelinggihin Ida Betara Ratu Ayu. Beliau bergelar Ida Betara Ratu Ayu Mas Manik Anglayang. Kemudian tapel dari layangan tersebut dijadikan pelawatan (perwujudan / wahana) Ida Betara Ratu Ayu dalam rupa singa bersayap. Pelawatan ini dibuatkan pelinggih di sebelah timur dari Gedong Ratu Bhagawan Penyarikan di Banjar Yangbatu Kangin menghadap ke selatan, disungsung oleh masyarakat. Beliau dipuja sebagai pelindung, pengayom, dan memohon berkah seperti taksu pregina, kesembuhan, kesejahteraan, dll. Tidak saja krama banjar Yangbatu Kangin, namun krama banjar Yngbatu Kauh juga menghaturkan bhakti kehadapan beliau saat odalan yakni pada hari Tumpek Bubuh.



Layang janggan yang merupakan wahana dari Ida Betara Ratu Ayu Mas Anglayang sebagai perwujudan Ida Betara Siwa yang mengayomi dan memberikan kehidupan kepada seluruh masyarakat. Ketika Ida Betara Siwa dipuja sebagai pengayom dan memberikan hiburan dan kesejahteraan bagi para petani dan para pengembala, maka beliau diberi gelar Ida Betara Rare Angon. Ketika Ida Betara Siwa menjadi junjungan masyarakat sebagai pengayom, pelindung dari marabahaya, sebagai penganugrah kesembuhan, taksu dan sebagainya, maka beliau disembah sebagai Ratu Ayu.



Mengenai julukan beliau yakni Ida Betara Ratu Ayu Mas Manik Anglayang dapat dijelaskan sebagai berikut: Ida Betara adalah Beliau yang maha suci (Tuhan) yang berfungsi sebagai pelindung manusia dan alam semesta. Ratu Ayu adalah perwujudan dari kekuatan sakti Dewa Siwa. Mas adalah pancaran cahaya beliau yang berwarna kuning keemasan. Manik, sumber cahaya tersebut adalah memancar dari permata atau mustika yang terdapat pada cudamani prerai layangan janggan tersebut. Anglayang, beliau yang maha suci bersinar keemasan berwahanakan layang layang, yakni layangan janggan.



Keberadaan layang-layang ini telah mengikat dan meningkatkan persaudaraan di kalangan masyarakat. Sampai saat ini beliau disungsung oleh krama Banjar Yangbatu Kangin. Dimana dalam perjalanan sejarah, posisi pelinggih beliau diubah yakni dahulu menghadap ke selatan, namun seiring dengan renovasi banjar tahun 2004 posisinya menghadap ke barat, termasuk juga pelinggih tajuk dan Ratu Begawan Penyarikan. Demikian juga dengan angga atau badan beliau yang dahulu dibuat dari keranjang atau anyaman bambu, namun sejak tahun 2013 diganti dengan kayu pole yang ditunas di Pura Dalem, yakni kayu pole yang tumbuh di jaba Pura Merajapati Yangbatu. Namun tetap mempertahankan prerai atau tapel asli yang terbuat dari pohon jepun jaman dahulu.. Demikian diceritakan. (Inks/Ki Buyut Dalu)

2 comments:

  1. Min saya mau tanya kenapa layangan janggan bisa sampai dijadikan sesuhunan setau saya cuma barong atau rangda yg dijadikan sesuhunan... Maaf kalo kata saya ini tdk berkenan di hati🙏

    ReplyDelete
  2. Ijin mau saya jadikan bahan konten di youtube

    ReplyDelete