Ada suatu yang sangat istimewa di hari
raya Galungan yang telah lewat kemarin. Galungan menjadi semakin semarak
dengan bertebarannya “penjor-penjor belog
ajum”, “penjor jor – joran” serta “penjor sing nepuk unduk”. Namun itulah kemeriahan,
semangat, bhakti, bercampur dengan cita rasa dan karsa masyarakat Bali Hindu
dalam memaknai hari raya kemenangan dharma melawan adharma. Kemenangan Pasukan
Batara Indra menumpas keangkuhan dan Prabu Sakti Mayadanawa dalam mitologi
masyarakat Bali. Atau perayaan keberhasilan dari para Dewa melalui “Sakti” Dewi
Durga menumpas kelalilaman dari Raksasa Mahesasuramardani. Sehingga momen Buda
Kliwon Dungulan berpredikat sebagai “Hari Suci” serta berpredikat sebagai “Hari
Raya”. Sebagai sebuah hari suci, mesti melakukan tapa brata yoga samadi dalam
rangka meningkatkan srada dan bhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Dan
sebagai hari raya, maka hari Galungan diperingati dengan suka cita, dengan kemeriahan,
sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuan. Dan hal ini sudah belangsung
berabad-abad di Bali sampai jaman kini.
Menjelang tahun politik sepeerti pemilu,
Hari Raya Galungan juga dimeriahkan dengan berbagai pesan-pesan simpatik,
ucapan-ucapan simpatik, serta permohonan-permohonan yang memelas dari sejumlah
tokoh politik atau para caleg dalam meraih simpati masyarakat dalam pemilu
nanti. Banyak spanduk ucapan yang memeriahkan hari raya galungan, sehingga
menjadikan kota ini seperti “jemuran baju”. Spanduk bertebaran tak karuan.
Menjelang tahun pemilu nanti, sesuatu
yang aneh juga dirasakan oleh beberapa kalangan masyarakat. Masyarakat yang
pada awalnya nampah celeng secara berkelompok di hari
penampahan Galungan, tiba-tiba saja ada yang mengirimkan be celeng (daging babi)
sebagai ucapan selamat hari raya. Tumben-tumben, setelah dicek ternyata
pemberinya adalah dari salah satu caleg (calon legislatif). Belum sempat diolah
be celeng tersebut, datang lagi be celeng dalam kresek, dikrimkan oleh
seseorang yang diperintah oleh seorang caleg dari partai tertentu. Hal ini terjadi
hampir merata di beberapa tempat seluruh kota ini.
Artinya ini adalah sebuah kejelian dari
para politisi untuk mengemas momen-momen budaya, momen agama, momen masyarakat
untuk bisa masuk dalam meraup simpati masyarakat lewat bagi-bagi be celeng. Yah …. paling tidak anggaran
untuk beli daging babi sudah ada yang nutupi, tinggal beli base dan nangka, untuk
lawar.
Kalau ada satu caleg memberi be celeng,
maka tak akan masalah. Namun beda dengan
yang dialami oleh I Made Doglot. Karena pergaulannya luas, atau mungkin
dianggap memiliki pengaruh di lingkungannya, maka banyak caleg yang mengirimkan
be celeng ke rumahnya. I Made Doglot yang tadinya senang, justru jadi bingung.
Siapa yang dipilih nanti, sebab hanya boleh milih satu, sedangkan yang beri be
celeng banyak. I Doglot menjadi lemas
dan kepikiran, sebab tak enak rasanya makan
be celeng, tapi tak milih. I Doglot menjadi lemes, bukan karena kebanyakan
makan be celeng, tapi bingung siapa yang dipilih.
Atas kebingungan tersebut, istri I
Doglot memberikan solusi, bahwa siapa yang memberi be celeng paling banyak,
maka itu yang dipilih. Maka dengan “bego-begoan” alias “belog-belogan”, maka ia
mengambil keputusan menerima saran istrinya. Maka dibukanya kembali semua be
celeng yang didapat lalu ditimbang, maka yang paling berat timbangannya, itulah
yang dipilih.
Namun dengan cara itu, I Doglot masih
juga kurang enak, sebab ada calon yang memang bagus tetapi ia tak mempunyai
uang banyak, sehingga timbangan be
celengnya tak terlalu berat. Maka hal ini dirasanya tak adil oleh I Doglot. Atas
kebingungan tersebut maka datanglah saudara misan I Doglot yang bernama I Nyoman
Bacot. Ia menyarankan untuk tak ambil pusing dengan siapa yang dipilih, sebab
semuanya adalah kampanye, semuanya pamrih, dan semuanya mendadak ingat dengan
teman, ingat sudara, dekat dengan rakyat, serta ingat dengan megalung. Coba nanti kalau sudah duduk,
mungkin semuanya akan memalingkan muka. Maka dari itu pilih satu yang sesuai dengan
hati nurani, tak perlu dipengaruhi oleh kiriman gini gitu.
Tapi saran itu tak juga membuat hati I
Doglot menjadi tenang. Ia malah menjadi bingung, sebab kalau menuruti hati
nurani, maka sejatinya semua calon yang mengirimkan be celeng itu tak cocok di
hatinya. Tapi karena sudah kadung diberi, maka tak enak rasanya kalau tak memilih.
Akhirnya,
I Doglot yang awalnya sangat senang menikmati enaknya makan daging babi, malah kini menjadi tak enak hati….
Tak enaknya karena be celeng yang
dimakan itu semuanya membawa pesan bosnya masing-masing. Pesan itulah yang
membuat be celeng yang tadinya sangat lezat menjadi kurang enak. Ha ha ….. (kanduk)
No comments:
Post a Comment