Sore menjelang Hari Suci Nyepi, I Made
Sugrama disibukkan dengan mengurus istrinya yang terjungkal jatuh di jalan
setapak ketika menjemput kakaknya yang bekerja di sawah. Ketika itu Ni Luh
Kembang Bungah mengendarai sepeda motor Mio warna kuning kesayangannya. Entah
apa yang terlindas oleh sepeda motornya, tiba-tba ia sudah terjatuh, tertindih
sepeda motor. Cek kali cek ternyata kakinya sedikit keseleo, bengkak sehingga
harus diurut. Hari itu juga I Mde Sugrama segera mengajak istrinya ke tempat Pekak
Tukang Wuut (kakek tukang urut) yang ada di banjar sebelah. Ketika itu ia
dihadapkan pada sebuah pilihan. Sebab balian tukang urut di banjar tersebut ada
dua dan alamatnya berada dalam satu gang dan bahkan rumahnya bersebelahan.
Maka dipilihlah tukang wut yang rumahnya
lebih di depan. Karena jero balian itu yang lebih dahulu bisa dijangkau. Canang
sesari dua puluh ribu pun dihaturkan memohon agar diberikan jalan penyembuhan
oleh sesuhunan sang balian. Lalu mulai prosesi balian wut melakukan terapi.
Kaluarlah minyak-minyak bertuah dari kamar suci sang balian, diurutkan ke kaki
Ni Luh Kembang Bungah.
Dalam prosesi itu, sang balian
sepertinya sedang menerima suatu bisikan dari niskala, lalu terucap kalimat
“badah… ne iluh ulung sing je ulian apa. Ne ada anak nyengkalen. Sandalne misi
pepasangan. Kutang sandale to, pang sing ngrebeda buin”. Dalam terjemahan
bebasnya maksudnya adalah bahwa yang menyebabkan Iluh mengalami kecelakaan
seperti ini adalah karena perbuatan orang yang tidak suka kepadanya, dengan
cara memberikan suatu di sandalnya, agar ni luh mengalami celaka. Disuruh oleh
sang balian agar sandal tersebut dibuang.
I Made Sugrama dan Ni Luh Kembang
terhenyak mendengar pernyataan sang balian. Dan karena ingin cepat sembuh, maka
ia percaya dengan omongan sang balian, lalu membuang sandal tersebut di depan
pintu gerbang sang balian. Namun ketika itu I Made Sugrama sambil berpikir,
sayang dengan sandalnya itu harus dibuang, sebab sandal itu baru dibeli dan
masih bagus. Tapi terdorong oleh omongan sang balian, maka sandal itu
dibuangnya saja dengan berat hati. Merekapun pulang, dengan harapan sampai di rumah
sudah baikan. Namun sampai di rumah I Made Sugrama berfikir, untung saja liak
itu hinggap di sandal, bagaimana kalau liak itu hinggap di motor mio, berarti
motor itu harus dibuang. Waduh … mahal dan sayang …
Setelah dua hari diurut, ternyata sakit
kaki dari Niluh Kembang tak ada perubahan, bahkan makin bengkak. I Made Sugrama
menjadi berpikir, rugi berobat ke sana tak ada perubahan. Kalau dihutung
keruigiannya sesari canang Rp 20.000 ditambah harga sandal 150.000, maka total
kerugian mencapai 170,000. Belum lagi dua hari tak kerja, tak ada pemasukan. Maka
I Made Sugrama bergegas untuk nunas tamba alias berobat ke pekak tua yang juga
balian urut yakni balian yang lagi satunya. Rumahnya agak di belakang dari rumah
balian yang satunya. Maka Made Sugrama pun mengendap-endap dan menyelinap masuk
ke rumah pekak balian yang satunya, karena tak enak kalau dilihat oleh balian
yag satunya.
Setelah menceritakan semua kejadiannya,
maka canang sari dihaturkan dengan sesari dua puluh ribu rupiah. Lalu dilakukan
pengobatan dengan lengis sakti yang dimiliki oleh pekak tersebut yang konon
berasal dari sebuah batu sakti yang ia dapatkan terdahulu ketika menyabit rumput
di sawah. Konon minyak dari batu sakti itu telah menyembuhkan banyak orang
sakit sejak dahulu.
Dengan kepercayaan penuh Ni Luh dan I
Made Sugrama nunas tamba di sana. Ketika proses sedang berlangsung, lagi-lagi I
Made Sugrama dikejutkan dengan pernyataan pekak balian yang menyatakan bahwa
tulang Niluh Kembang sudah hancur di dalam. I Made Sugrama pun panik dalam
hati, ia berpikir istrinya tak bisa berjalan lagi karena tulangnya sudah benyah
alias remuk. Namun si pekak balian meyakinkan kembali I Made Sugrama bahwa ia
akan berangsur sembuh karena kasiat dari minyak yang ia punya. Singkat cerita,
mereka berdua pulang dengan kaki bengkak dan berjalan dipapah, dan berharap
beberapa saat setelah pengobatan akan terjadi kesembuhan.
Pada malam itu, diceritakan Ni Luh
Kembang merasakan sakit yang sangat, terasa kebet-kebet (berdenyut-denyut di
bagian kakinya yang begkak). Ni Luh Kembang mengerang kesakitan dan tak bisa
tidur, demikian juga dengan I Made Sugrama tak tidur semalaman menemani
istrinya. Pada pagi hari kaki Ni Luh kembang semakin bengkak, dan malah
memerah. Waguh… I Made Sugrama kembali menghubungi seorang penyembuh (balian)
yang agak jauh dari rumahnya untuk mengecek keadaan kaki istrinya. Sang balian
ketika sampai di rumah I Made Sugrama mencoba untuk menilai situasi rumah. Lalu
mengecek keadaan dari Ni Luh Kembang.
Hasil anaslisa sang balian, kembali
mengejutkan I Made Sugrama, konon istrinya sedang diserang liak barak. Inilah
yang menyebabkan kakinya menjadi bengkak dan memerah. Waduh kembali keringat
dingin keluar dari pori-pori I Made Sugrama. Sang balian kemudian memberikan
sedikit jampi-jampi agar liak barak itu keluar dari kaki Ni Luh kembang.
Proses itu pun selesai begitu saja, lalu
sang balian disuguhkan minuman kopi ala kadarnya di rumah I Made Sugrama. Made
pun lega hatinya, berharap bengkak kaki istrinya berangsur sembuh. Beberapa
saat setelah sang balian menghilang dari rumahnya, tiba-tiba sakit itu semakin
jadi, dan lagi-lagi I Made Sugrama tak tidur semalaman. Poyoklah kondisi I Made
Sugrama dan istrinya.
Dalam keadaan kebingungan dan ngantuk
pagi itu datanglah I Ketut Catu berkunjung ke rumah I Made Sugrama. Didapatinya
I Made sedang murung, ngantuk dan bingung. Maka berceritalah I Made Sugrama
mengenai keadaan istrinya. I Ketut Catu yang berpikir logis dan medis
menyarankan agar I Made Sugrama segera mengajak istrinya ke puskemas atau rumah
sakit terdekat.
Saran I Ketut Catu didengar oleh I Made
Sugrama, lalu bergegas menuju puskemas berbekal kartu JKBM yang didapatnya dari
kantor kelurahan. Kaki dari Ni Luh Kembang diperiksa oleh petugas kecamatan
sambil mengorek keterangan mengenai kejadian, dan tak menceritakan bahwa
kakinya itu sudah diobati oleh tiga orang balian. Tampak ketika itu sang
perawat membersihkan kaki Ni Luh yang bengkak, serta didapatinya sebuah luka
kecil yang kemasukan pasir kotor. Luka itu dibersihkan dengan seksama kemudian
diberi obat.
Sang perawat menjelaskan bahwa kaki
istrinya bengkak karena ada luka kecil berisi pasir kotor. Itulah yang menyebabkan
infeksi lalu terjadi bengkak memerah. Sang perawat yang sudah terbiasa dengan
pasien penyakit seperti ini kemudian memberikan obat pada luka. Dan memberikan
obat minum berupa tablet yakni obat untuk mengurangi rasa sakit, obat anti
radang agar tak bengkak, serta antibiotic berupa Kapsul Tetra.
Setelah selesai pengobatan, I Made
dikenakan biaya cuman lima ribu rupiah, lalu poulang. Sesampai di rumah, Ni Luh
terasa lebih lega, dan mereka berdua juga tertidur lelap karena sudah dua hari
tak tidur. Setelah terbangun pada sore hari, rasa sakit kakinya mulai
berkurang, warna merah sudah berkurang, dan bengkak mulai berkurang.
Saat itu I Made Sugrama berpikir sambil
memegang obat dari puskesmas dan berkata dalam hati “ternyata liak sandal dan
liak barak yang dibilang oleh balian hanyalah akal-akalan saja. Ternyata liak
sandal dan liak barak bisa dikalahkan oleh kapsul tetra”. Akhirnya yang menyembuhkan adalah “Balian
Puskesmas”. Demikian pikiran jahilnya muncul sambil mensyukuri kedaan istrinya yang
sudah semakin membaik. (Ki Buyut/Kand.)
No comments:
Post a Comment