Monday, November 2, 2015

Engkebang Memedi





Cerita tentang seseorang engkebang memedi (disembunyikan mahluk halus) pastilah lumrah di kalangan krama Bali. Sebab, di seantero tanah Bali banyak terdengar cerita tentang seseorang yang disembunyikan oleh memedi. Salah satunya adalah cerita yang datang dari Denpasar.
Ohhh Denpasar…, kota yang begitu terang benderang masih juga ada memedi? Rupanya memedi tak mengenal terang gelap, ramai ataui sepi. Sebab ia berada pada ruang dan waktu yang berbeda. Ceritanya begini:
Pada suatu hari sebutlah namanya I Wayan Pongek sudah cukup dewasa sekitar umur sepuluh tahun. Tinggal seperti layaknya orang bali, berkumpul dengan keluarga ayah dan ibu, serta kakanya. Kemudian di sebelah rumahnya juga masih keluarga besar dari saudara bapak ibunya. Jadi tinggal dalam lingkungan keluarga besar. Selain komplek rumah, di beberapa tempat di sekitarnya masih tersisa ruang yang disebut dengan tebe atau pekarangan kosong yang belum ada bangunannya yang ditumbuhi pohon besar termasuk pohon bambu.
Pada suatu hari, I Wayan mau kencing sendirian menuju ke tebe yang ada di sebelah rumahnya yang ditumbuhi pohon bambu itu. Hal itu diketahui oleh kakak dan ibunya. Setelah sekian lama ia pergi ke tebe tersebut, ibunya baru ngeh “kok wayan Pongek belum kembali dari tebe” demikian perfasaan hati ibunya. “Apakah ia bermain di sana dengan temannya?”. Lalu ada niat dari ibunya untuk menengok ke sana dengan siapa ia bermain. Ternyata setelah dilihat, I Wayan Pongek tak ada di sana, sedangkan ia tak ada balik ke rumah. Kemudian ditanya tetangganya “apakah ada melihat I Wayan Pongek?” semua tetangga tak ada melihatnya.
Ibunya mulai kebingungan sampai kemudian sore hari I wayan tak kembali. Ada firasat dari tenganganya, jangan-jangan I Pongek engkebang memedi, karean pergi ke tebe tak kembali-kembali. Maka pada sore hari itu dilakukan pencarian bersama-dengan para tetangga dengan membunyikan alat-alat bunyian seperti sok bodng, kulkul tiying, panci dan lain-lain guna menimbulkan suara riuh dengan harapan si memedi yang mengendalikan pikiran I Wayan akan melepaskannya. Upaya pada sore hari itu tak membuahkan hasil. Keluarga cemas atas kejadian tersebut.
Kemudian pada pagi harinya setelah semua selesai memasak, maka dilakukan upaya yang sama dengan julmal yang lebih banyak untuk mecari I Wayan Pongek di tebe itu. Suasana tebe menjadi semakin riuh. Setelah sejak pagi, siang kemudian menjelang sore mengobok-obok tebe tersebut, akhirnya wayan tiba-tiba terlihat sedang duduk termenung di atas sebuah batu yang ada di tebe tersebut. Segera saja kemudian keluarganya mendekati dan menyapa I Wayan, I Wayan pun terkejut ketika banyak orang menghampirinya.
Setelah tenang di rumahnya baru kemudian I wayan Pongek menceritakan kejadian yang dialaminya. Bahwa kemarin ketika ia hendak kencing di tebe, ia dihampiri oleh beberapa orang yang seperti manusia berambut pirang. Mereka mengajak Wayan jalan-jalan melali. I Wayan tak kuasa menolak, dan mengikuti saja kemana ia diajak. Ia kemudian diajak ke tempoat-tempat yang sangat indah yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Dia juga diajak untuk menghampiri teman-temannya yang lainnya di dunia itu. Ia pun menuruti saja keinginan dari mereka itu entah diajak kemana. Di sana memenag ramai seperti halnya di dunia manusia, namun ia tak ada yang kenal orang-orangnya.
Di sisi lain ia juga melihat para keluarga dan dan masyarakat sekitarnya ramai berjalan-jalan sambil memukul benda-benda. Sambil memanggil-manggil namanya. Tapi ia tak kuasa menjerit serta tak ada niat untuk mennyahut. Padahal kakak, ayah, ibu, dan orang-orang tetangga ada di sampingnya memanggil-manggil namanya, tepi ia tak ada niat untuk menyahut.
Perjalanan terus berlanjut melali di alam memedi dengan sajian yang indah. Dan ia juga melihat orang semakian banyak datang memamggil-manggil namanya sambil membunyikan benda-benda. Entah apa yang dirasakjan  oleh teman da orang-orang yang mengajakanya pergi tersebut, salah seorang kemudian berkata “Wayan, kamu sudah dipanggil oleh orang tua dan keluargamu, sekarang kamu boleh pulang”.
Setelah mengatakan demikian, tiba-tiba saja orang itu hilang, dan ia merasakan dirinya duduk di atas batu di tebe itu. Saat itu ia terheran-heran dengan dirinya. Alam lain yang ia lihat tadinya tiba-tiba sirna begitu saja dan kembali melihat alam biasa berupa tebe. Sampai akhirnya ia disadarkan oleh sapaan dari mereka-mereka yang mencarinya.
Atas kembalinya I Wayan Pongek ke rumah, maka keluarganya menjadi lega. Namun di sisi lain mereka heran mendengar cerita engkebang memedi. I Wayan menceritakan bahwa banyak orang atau penduduk alam niskala (alam memedi) tersebut yang berambut pirang. Tapi yang menjadi pertanyaan, ketika ia dijemput oleh orang-orang berambut pirang dan masih berada di sekitar wilayah itu, kenapa I Wayan bisa tak terlihat. Padahal ia bisa melihat orang-orang atau keluarga yang mencarinya.
Katanya orang, semua ini akibat perbedaan dimensi waktu dan ruang, tetapi bagaimana ini bisa terjadi. Bagaimana ia bisa masuk dalam dimensi waktu mahluk memedi itu, sehingga sosok tubuhnya bisa tak terlihat. Bagiamana pula alam pikirannya bisa terkontrol oleh dimensi alam memedi tersebut. Nah untuk yang ini… sepertinya tak perlu dibahas habis sebab inilah misteri alam semesta, misteri dunia niskala yang mungkin tak akan ditemukan jawabannya. Ya  sih…. kayaknya begitu… biarkan misteri menjadi misteri. (Buyut)

No comments:

Post a Comment