Ini adalah penuturan dari seorang anggota Buser (buru
sergap) di jajaran salah satu Polsek di Bali. Sebut saja nama anggota Buser
tersebut I Wayan Buser. Sebagai seorang buser, ia jarang di rumah, ia banyak di
lapangan untuk mengintai dan memburu para buronan polisi. Tak kenal pagi, siang,
sore, atau malam. Tak memperhitungan hujan, angin atau panas terik. Tak peduli
dengan terang atau gelap. Dan satu lagi, buser tak kenal yang namanya tempat tenget atau tidak tenget. Dalam suasana
apapun, kalau sudah namanya tugas, maka harus jalan.
Suatu malam ia bertugas mengintai dan memburu seorang
buronan. Ia berangkat sendirian di tengah malam mengendarai sepeda motor Vesva
di kegelapan malam. Pengintaiannya sampai pada suatu kawasan Desa di Kabupaten
Badung. Suasana di jalan tersebut lengang karena tengah malam, ditambah lagi
lampu penerangan jalan sangat minim, yang membuat suasana ruas jalan tersebut
menjadi gelap gulita. Melintaslah I Wayan Buser di jalan tersebut dengan lampu
vesvanya yang remang-remang.
Saat melintas di tempat yang agak bengang (sepi) dan gelap, tiba-tiba ia dikejutkan dengan adanya
sesosok orang yang berkelebat di kegelapan malam menyeberang jalan. Orang
tersebut berhenti di tengah jalan. I Wayan Buser pun tiba-tiba mengerem. Sosok
manusia yang dilihatnya itu belum jelas rupanya. Ketika mau memastikan siapa
yang berdiri di jalan tengah malam tersebut, tiba-tiba muncul segerombolan
anjing yang mengitari dirinya, dan menggonggong sejadi-jadinya.
I Wayan Buser tak beranjak dari tempatnya. Dasar
Buser, memang wanen (pemberani).
Dalam kegelapan malam, dan ramainya gonggongan anjing di tengah jalan, I
Wayan Buser mencoba untuk menyorotkan
lampu vespanya ke arah orang yang berdiri di depannya. Alangkah terkejutnya Si
Wayan ketika yang disorotnya tersebut adalah sesosok kera besar, sebesar
manusia, ngejengit, dengan matanya
yang nelik, gigi rangap.
Menyaksikan sosok tersebut, I Wayan Buser segera
mengambil langkah seribu, menerjang kegelapan malam. Tak peduli siapa di depan,
entah anjing-anjing tersebut mengejar atau tidak. Pokoknya lari secepatnya. Ia
juga tak tahu apakah bojog yang sedari tadi memandangnya itu juga turut
mengejar. Nggak tahulah….
Sampai akhirnya dengan nafasnya ngos-ngosan ia sampai
di rumahnya. Di rumah ia mulai teringat bahwa saat itu adalah hari rerainan
tenget yakni Kajeng Kliwon Enyitan.
Ia kembali berpikir tentang sosok yang ditemuinya tadi. Apakah itu bojog asli,
bojog siluman, ataukah unen-uen Ida
Betara yang sedang melancaran
(jalan-jalan)?
Kalau misalnya itu
bojog asli, kok jalannya tegak dan keluar malam hari berkeliaran di
jalan. Padahal di sekitarnya tak ada hutan lindung. Kayaknya sih itu bukan
bojog asli. Terus kalau dibilang unen-unen/ancangan Ida Betara bisa jadi. Tetapi
kenapa bisa kelihatan senyata itu dan dalam jangka waktu yang lama. Biasanya
menurut cerita orang, unen-unen Ida Betara paling hanya kelihatan sekilas atau
bisa juga bersinar. Jadi kayaknya itu bukan unen-unen Ida Betara. Terus apa
yang dilihatnya?....
Bisa saja saat kajeng kliwon enyitan tersebut ada oang
yang mencoba keririhan (kehebatan)
dalam menguasai ilmu pengiwa alias ngeleak. Bisa saja saat itu orang yang
ngeleak sedang ngelekas/nadi (berubah
wujud), kemudian berjalan ke mana yang ia inginkan pada malam itu. Entah untuk
mencari mangsa atau hanya sekedar untuk berjalan dan menakuti orang. Bisa jadi
demikian.
Atau mungkin bisa jadi seseorang yang penganut ilmu
leak, karena pergi malam ke sawah untuk mengairi sawahnya sampai larut malam,
kemudian ia mengenakan sabuk-nya. Tak
disadari sabuk yang ia pakai tersebut
telah nadi dengan sendirinya dan tak
disadari oleh yang memakai bahwa dirinya dilihat orang lain sepert bojog.
Karena tak sadar berubah wujud, maka orang tersebut biasa saja berjalan-jalan
dan menyapa orang, namun bagi orang lain menakutkan.
Bisa saja orang tadi yang berupa bojog tersebut
maksudnya baik menyapa I Wayan Buser, tapi ia tak sadar kalau ia sudah berubah
menjadi bojog. Sehingga dengan ramahnya ia ngejengit
(tersenyum) di hadapan I Wayan Buser. Mungkin dalam hatinya ia bertanya “bapak
polisi mau kemana malam-malam, siapa dicari malam begini. Bapak dari mana dll
?”. Mungkin demikian pertanyaan dalam hatinya.
Anjing pun melihatnya aneh, sehingga ia digonggong
ramai-ramai. Pastilah orang itu sudah biasa lewat jalan itu. Kalau tak biasa,
mana mungkin orang tersebut berani berjalan sendirian di kegelapan malam sendirian.
Tapi ia tak sadar kalau sabuknya nadi pada malam hari itu. Ah pokoknya
pikiran I Wayan Buser melayang-layang pada malam itu.
Ia lebih condong pada kesimpulannya bahwa dirinya (I
Wayan Buser) bertemu orang yang sedang ngelekas
malam itu. Jadi maksud hati untuk mengejar penjahat, kok malah ketemu orang
ngeleak. Haaaaa… dan anehnya lagi, kok tumben si buser ketakutan….. (Ki Buyut).
No comments:
Post a Comment