Pernah mendengar pohon jaka tunggul? Mungkin jarang. Namun bagi generasi duluan, istilah
ini sudah tak asing, tapi sedikit membuat bulu merinding. Apa sebab, karena jaka tunggul itu selalu dikaitkan dengan
mistik. Ada yang mengatakan jaka tunggul
merupakan jadi-jadian orang yang bisa ngeleak. Tapi ada juga yang mengatakan jaka tunggul tersebut adalah pohon jaka
yang berdaun hanya sehelai dan berdiri di sebuah pekarangan. Pohon ini konon
disukai oleh leak. Biasanya leak yang sudah nadi
(berubah wujud) kemudian karena suatu hal, ada orang elwat di sekitarnya, leak
itu kelabakan dan berlindung di tempat aman, salah satunya adalah di pohon jaka tunggul. Dengan menyelinap di sana,
leak akan tak kelihatan, sehingga sering orang mengatkan bahwa pohon jaka
tersebut adalah pohon jadi-jadian leak. Banyak ungkapan mengatakan “ia nak suba bisa dadi jaka tunggul”
artinya “ia sudah bisa berubah wujud menjadi pohon jaka tunggul”. Pohon itu tetaplah pohon, namun leaknya yang
sering menyelinap di sana.
Bicara mengenai pohon jaka tunggul sebagai tempat berlindung leak. Ada cerita tentang
itu. Namanya Gungde, suatu malam minggu pergi ke rumah pacarnya di Pemedilan,
namanya Gung Ayu yang cantik jelita. Seperti biasanya Gungde yang sudah ganteng
dengan sedikit wangi-wangian berangkat naik motor antic. Kala itu kota belum segemerlap
sekarang. Melewati daerah yang remang-remang kira-kira lima kilo meter dari
arah timur dari daerah Pemedilan, Gungde sudah berbunga-bunga untuk bertemu
dengan pujaan hatinya.
Tak lama diceritakan dalam perjalanan, jeroan Gung Ayu
pun sudah di depan mata. Gungde memarkir
kendaraannya di depan kuri atau pintu gerbang. Namun entah kenapa, seperti ada
hentakan dari belakang di kegelapan malam yang menyebabkan lutut Gungde menjadi
lemas dan terjatuh. Gungde terjatuh, terkapar ditindih sepeda motor. Setelah
Gungde mellihat ke belakang ternyata tak ada siapa-siapa. Ia bangun sendiri
sambil membersihkan tangan dan bajunya yang sedikit kotor, untung tak
berlumpur. Cerita itu tak diketahui oleh Gung Ayu, malu dong kalau anak muda
jantan sampai jatuh sendirian tertindih motor sendiri. Ah malu ah… …
Gung Ayu menyambut kedatangan Gungde dengan
berbunga-bunga. Singkat cerita haripun sudah malam, waktunya untuk pulang.
Gungde masih teringat dengan kejadian terjatuh tadi, ia berhati-hati, dan
mengawasi daerah sekitarnya sambil takut-takut. Gung Ayu kesayangannya sudah
tak dihadapannya lagi. Ia sendirian menstater sepeda motor langsung kabur ke
arah timur menuju rumah dengan perasaan senang becampur dengan perasaan takut
tapi sedikit-sedikit.
Sampai akhirnya di suatu pengkolan di yang gelap dan
tak berpenghuni dekat sawah, Gungde merasakan ada sesuatu yang lain. Angin
dingin menerpa badannya sehingga bulu romanya berdiri. Suatu yang tak pernah
dirasakan sebelumnya. Ia melihat ada kelebatan sinar berupa endih seperti nyala
api obor menari-nari di depannya. Api itu seolah-olah menghadang laju
perjalanan sepeda motor Gungde. Gungde sedikit kawatir dengan keselamatan,
karena tak ada rumah dan orang satupun lewat disana. Gungde yang sudah jengah
dikerjai dari rumah Gung Ayu, turun dari motor lalu membuka baju, lalu mendekat
pada api yang berkelebat-kelebat itu. Ia unjuk gigi dengan endih itu, lalu
mengibas-ngibaskan bajunya ke arah endih yang banyaknya empat buah itu. Gungde
dalam hati berpikir, rupanya mereka berempat ingin megeroyokku. Baiklah, aku
tangan kosong dan tak punya punya gegemet.
Akan aku ladeni kamu. Aku tak pernah merasa punya musuh, tapi kalu mereka
menghalangiku, akan aku lempag
mereka.
Dengan membabi buta Gungde mengejar empat buah endih
itu sambil mengibaskan baju dan sebatang kayu kira-kira satu meter panjangnya.
Entah mereka ketakutan atau kewalahan menghadapi Gungde yang ngamuk, akhirnya
empat endih itu berkelebat menjauh menuju ke kegelapan. Gungde terus mengejar,
sampai akhirnya endih itu lenyap di pohon yang berdiri tegak sendirian. Gungde
berpikir bahwa leak-leak itu bersembunyi di pohon. Ia pun memukul-mukul pohon
itu untuk melampiaskan kemarahannya. Setelah puas dan keletihan, Gungde kembali
ke sepeda motornya untuk kembali pulang. Kini giliran motornya tak mau hidup.
Ia mengira bensinnya habis. Setelah dicek dengan cara menggoyang-goyang
tangkinya, ternyata bensinnya masih banyak. Gungde lagi berpikir, lagi-lagi
leak ini menggangu. Maka tak banyak pikir, gungde mengencingi sepeda motornya
dengan harapan leak itu lari dari sepeda motornya. Akhirnya memang tindakan
konyolnya itu membawa hasil. Sepeda motornya mau hidup, iapun langsung menuju
ke rumahnya dengan perasaan kesal, karena dibuntuti leak sejak di depan rumah
pacarnya, sampai pulang.
Diceritakan keesokan harinya, Gungde mau bekerja
pagi-pagi agak sedikit ngantuk karena kejadian tadi malam. Ia lewat di jalan
yang sama pagi itu. Ia teringat dengan leak-leak yang membuntutinya dan mengganggu
pada malam kemarin. Ketika ia amati pohon kemarin malam, ternyata pohon itu
adalah pohon jaka yang berdiri sendirian dan hanya berdaun sehelai. Kalau orang
bilang itu adalah pohon jaka tunggul.
Artinya pohon jaka (enau) yang
berdiri sendirian seperti sebuah tongkat dan daunnya sehelai seperti kober atau bendera sehingga ia disebut
dengan pohon jaka tunggul. Tunggul
artinya tongkat yang berisi kober. Menurut cerita orang tua-tua, konon pohon jaka tunggul itu disenangi oleh leak.
Maksudnya, pohon jaka itu dipakai sebagai tempat berlindung apabila mengalami
suatu yang tak diinginkan, termasuk tempat bersembunyi. Gungde lalu berpikir
“pantesan mereka semua pada lari ke pohon itu kemarin malam”. Tapi ia teringat
ketika pohon itu ia tigtig
(pukul-pukul) kemarin. Pastilah diantara mereka yang sedang bersembunyi terkena
pukulan, sampai-sampai ia marah lalu ngeliseb
(menyedot) motorku sampai tak bisa hidup. Demikian perbincangan hati Gungde
sambil berjalan sendirian.
Sampai akhirnya pada suatu sore, ketika ia sedang
duduk di depan rumahnya dengan seorang teman, tiba-tiba ada dua orang warga
yang menghampiri dan menyapa gungde dengan ramah. Gungde pun menyahut dengan
sopan dan seadanya. Tetangga yang dikenalnya itu lalu pergi begitu saja. Namun
Gungde melihat orang itu seperti ada luka memar (balan) bekas kena pukulan kayu di bagian lengan dan pelengan (dahi), dan yang satu lagi
tangannya diurut-urut seperti susuban
(tertusuk duri) termasuk jalannya yang agak sedikit terinjik-injik yang menurut
pengakuan orang itu ia tertusuk duri. Gungde teringat dengan kejadian kemarin,
jangan-jangan orang ini yang kemarin mengganggunya di pohon jaka itu, sampai akhirnya yang satu
terkena pukulan kayu sampai balan
(memar membekas) dan yang satunya mungkin tertusuk yip (lidi tajam dari ijuk).
Ah itu hanyalah pikiran ngawur dari Gungde. Kini
berselang berapa lama, ada lagi dua orang yang datang mendekat lalu bertanya
seadanya tentang keadaan. “Ten mekarya Gungde? Disahutnya “ten nika” begitu
sahut Gungde sambil lalu. Setelah diamati ternyata orang tersebut semua mukanya
muram seperti nggak enak badan, terlihat menyengir dan mual-mual. Lagi-lagi
Gungde berpikiran lain, jangan-jangan orang ini yang mengganguku ketika motorku
tak mau hidup. Mungkin ia terlalu banyak menelan air kencingku ketika aku
mengencingi sepeda motorku kemarin.
Gungde menjadi bengong melihat kehadiran keempat orang
tersebut yang datang tanpa diundang atau tak pernah bertegur sapa ramah
sebelumnya. Jangan-jangan mereka secara diam-diam mohon pengampunan sekaligus
minta obat secara tak kentara. Konon begitu katanya menurut orang tua-tua
terdahulu. Demikian Gungde menganalisa kejadian yang dihadapinya waktu malam
kemarin dan kedatangan dari orang-orang yang perilakunya agak sumbang.
Nah itu dia… makanya kalau bisa ngeleak jangan
mengganggu, jangan jadi leak jahil… karena tak semua orang akan takut dan tak
semua orang bisa disakiti. Karena setiap orang punya tegak oton (kelahiran) yang berbeda sekaligus setiap orang
mempunyai kekuatan yang berbeda berkaitan dengan kekuatan leak. Mungkin mereka
berempat sudah biasa mengganggu orang di jalan dan mereka senang kalau sudah
dapat mengganggu sekaligus membuat orang menjadi takut dan sakit.
Tapi kali ini mungkin mereka apes, ketemu Gungde yang bebogolan, artinya tak punya jimat, tak
punya sabuk, tak tahu ilmu kanuragan, ia hanya mengandalkan kata hatinya….
Hajaaaaarrrr. Empat leak dihajarnya sampai kalangkabut, hahahaaaaa…... (Ki
Buyut).
No comments:
Post a Comment